here i am, is coming back with new ff. i am deeply say sorry if there are a lot of typo. im just normal human like other who make much mistakes. enjoy reading. please left a message or request for next new FF. gamsha ^^
Sarang pov
Namaku
lee sarang, usiaku 22 tahun. Aku baru saja lulus s1 di universitas kyunghee
jurusan seni. Mengapa aku memilih seni? Yang tidak spesifik? Aku mencintai
seni. Apapun seni itu, seni tari, seni music
seni apapun, kecuali air seni, itu menjijikkan. Saking aku mencintai
seni aku sampai bisa membaca warna suara orang. Sependengaranku, warna suaraku
hijau, sulit di jelaskan. Warna suara appa hitam, aku yakin kau tahu maksud ku,
warna suara eomma putih, dia lembut, dia sempurna. Omong-omong, aku sekarang
sedang mencari pekerjaan, aku tertarik dengan museum di pusat kota. Aku sudah
menaruh lamaran disana, pagi ini aku akan melakukan wawancara. “cepat
sarapannya, jangan melamun atau kau akan terlambat” ucap eomma. “ne eomma,
sebaiknya roti ini aku bawa saja, aku akan makan di bus” ucapku mengemasi roti
selai kacang kesukaanku. “hati-hati dijalan, semoga sukses, fighting!” ucap
appa menyemangati. Mereka selalu mendukung apapun yang aku lakukan selama itu
positif. Aku anak satu-satunya, aku kesepian, padahal aku sudah minta untuk
punya adik sewaktu aku disekolah dasar, tapi eomma tidak mau mengabulkannya. “aku
berangkat ya” ucapku berpamitan. “tidak mau pakai mobil saja?” tanya appa.
“tidak appa, aku naik bus saja. Sedang tidak ingin naik mobil” ucapku seraya
keluar rumah. Rumahku tidak jauh dari
halte bus, aku menunggu sekitar 10menit. Wawancaranya jam 9, sekarang
jam setengah 8, semoga saja tidak macet agar tidak terlambat. Aku gugup, sangat
gugup. Untuk menghilangkannya, aku mendengarkan lagu instrument di i-pod ku
sambil menyantap roti selai kacangku. Jalanan cukup lancar, aku sampai tepat
waktu. Aku lalu menuju ruangan yang dimaksud email balasan dari museum. “pak,
bisa antarkan aku keruangan ini?” tanyaku sambil menyodorkan secarik kertas.
“boleh, silahkan, lewat sini” ucap seorang sekuriti, warna suaranya merah. Dia
mengantarku menggunakan lift karyawan ke lantai 5. “silahkan, ini ruangan tuan
Lee Hyukjae” ucapnya lalu meninggalkanku. Knock knock knock… “silahkan masuk”
ucap seseorang didalam, warna suaranya emas. Lalu aku mulai memasuki ruangan
itu. “ada yang bisa saya bantu? Sudah buat janji?” tanyanya lembut. “saya Lee
Sarang, memenuhi perjanjian untuk wawancara pekerjaan disini” ucapku berusaha
menutupi kegugupanku. “oh kau Sarang, aku sudah menantimu sedari pagi, silahkan
duduk. Boleh aku lihat CV mu?” tanyanya lagi. “boleh tuan, silahkan” aku
menjulurkan berkasku. Dia membacanya dengan seksama. Aku yakin tidak ada 1
katapun yang terlewat. “kemana saja kamu?” tanya dia lagi. “mwo? Maksud tuan?
Kemana saja?” tanyaku kembali. “mengapa baru melamar kerjaan sekarang? Orang
semacam kau yang kami cari selama ini” ucapnya sambil sedikit mencondongkan
badannya. Wajahku memanas, aku yakin wajahku memerah seperti ramen pedas buatan
eomma. “terima kasih atas pujiannya” ucapku menahan gugup. “kau S1?” tanya tuan
hyukjae. “ne tuan, seperti yang sudah saya lampirkan” sahutku. “baik, saya
tidak akan bertele-tele lagi. Kau diterima, selamat bergabung di museum ini”
ucapnya lalu menjulurkan tangan untuk berjabat. “ah ghamsahamnida hyukjae-sii”
ucapku bahagia. “panggil saja hyukjae” ucapnya ramah. “baiklah, apa yang bisa
aku lakukan?” ucapku semangat. “wah, kau begitu bersemangat rupanya, kajja, aku
antar berkeliling museum dan aku akan jelaskan apa yang akan kau lakukan nanti”
ucapnya lalu membukakan pintu dan mempersilahkan aku keluar. Gentle. Banyak
divisi dan seksi disini…. Aku menyukai tempat ini, sungguh, oh tidak, lebih
tepatnya aku mencintai tempat ini.
Sarang
pov end
Hyuk pov
Dia
terlihat begitu bersemangat, terlihat dari ekspresi wajahnya yang begitu
tertarik dengan seni. Aku tidak salah pilih. Aku terus membawanya berkeliling
agar dia familiar dengan setiap sudut tempat ini. “ah iya, aku akan meminta
tolong dengan donghae untuk menjadi senior mu untuk sementara sampai kau hafal
dan familiar dengan tempat ini” ucapku pada sarang. “ah ne tuan, bisa
pertemukan kami?” tanya dia antusias. Aku mengantarnya ke ruangan donghae, tapi
hanya asistennya yang aku temukan. “kemana donghae, raekha-ssi?” tanyaku pada
raekha, asisten donghae. “dia cuti hari ini sampai 2 minggu kedepan, aku pikir
tuan sudah mengetahuinya” jawab raekha. “ah iya, aku lupa, ghamsa” ucapku.
“lantas bagaimana?” tanya sarang. “aku yang akan membantumu. Mulai lusa kau
boleh masuk kerja. Jam kerja disini jam 9 pagi sampai jam 5 sore, akan ku antar
kau keruanganmu” ajak ku. “ruangan? Aku sudah mempunyai ruangan eh?” tanya nya bingung. “ne? wae? Kau akan
membutuhkannya” ucapku yakin. “baiklah, terima kasih banyak” ucapnya bahagia.
“dengan senang hati” jawabku. Aku dan sarang berjalan dengan santai sambil
menerangkan juga sudut-sudut museum ini. “ruangan mu ini, silahkan” ucapku
mempersilahkan. “ruangan yang………menarik” ucapnya pelan nyaris tak terdengar.
“kau boleh mendisain sedemikian rupa ruangan ini agar kau bisa nyaman”
tambahku. “jinjja? Jeongmal gomawo Hyukjae-ssi” ucapnya lagi. “sudah aku
bilang, hyukjae saja” tegasku. “ah ne ne, aku terlalu bahagia, kau orang baik,
pantas saja orang-orang terlihat hormat. Sekali lagi, terima kasih.” Ucapnya
sangat antusias. “aku pergi, permisi” ucapku meninggalkan anak itu.
Hyukjae
pov end
Sarang
pov
Puji
Tuhan, aku bersyukur pada Tuhan, semua keinginanku dan rencanaku mulus untuk
hari ini. Wawancara berlangsung singkat, dengan cepat aku mendapat pekerjaan,
mempunyai atasan yang sangat baik, rekan kerja yang bersahabat, dan um, gaji
yang sesuai. Ah, terima kasih Tuhan. Aku tersenyum sumringah, aku membenahi
ruangan kerja ku yang baru ini. Knock knock knock… “ya silahkan” ucapku. “anda
pegawai baru?” tanyanya lembut, warna suaranya hijau kebiruan. “ne, kau yang
tadi?” jawabku ketika aku ingat dia raekha, asisten nya Donhae-ssi. “ne, Kim
Raekha imnida, senang berkenalan denganmu” ucapnya lalu membungkukkan badan.
“Lee Sarang imnida, senang juga berkenalan dengan anda” sahutku menyesuaikan.
“aku harap kau betah kerja disini, karena kerja disini begitu menyenangkan,
jika ada yang ingin ditanyakan, tanyakanlah padaku, kau ingat kan letak ruangan
tadi? Jangan sungkan” ucapnya manis lalu meninggalkanku… “ne, gomawo” sahutku. Apa
yang aku katakan tadi benar, orang disini terlampau baik. Setelah aku
membereskan ruangan sedemikian dan senyaman mungkin, aku meninggalkannya. Aku
berlalu pulang, aku terlalu bersemangat. Aku mengetik pesan ke sahabatku, aku
ingin bertemu dengannya. “eungyo, bisa bertemu sebentar di mouse rabbit?”
pesanku, tidak lama eungyo membalas. “arra, aku disana dalam 15 menit lagi”
balasnya. Aku segera menaiki bus ke arah café mouse and rabbit untuk bertemu
dengannya. Dia sampai lebih dulu, melambaikan tangan. “sudah lama?” tanyaku.
“belum, baru beberapa menit yang lalu, pesanlah sesuatu dulu” ucapnya. Aku
memesan hot capucino untuk menghangatkan dan menenangkan tubuhku. Aku maniak
kopi, sangat. “bagaimana wawancaranya?” tanya eungyo. “itu yang ingin aku
bahas, maka dari itu aku ingin menemuimu. Semua berjalan sangat lancar dan
sangat baik. Tuhan menyayangiku” ucapku antusias. “jinjja? Syukurlah… ceritakan
yang lengkap” ujarnya ingin tahu. “nama bosku Lee Hyukjae, dia juga yang akan
menjadi mentorku beberapa waktu kedepan sampai aku mengerti sepenuhnya tentang
museum itu. Aku juga sudah mempunyai ruangan kerja sendiri. Tadi itu bisa
dibilang bukan wawancara, hanya mengobrol, karena dia langsung menerimaku.
Gajinya cukup untukku, sesuai dengan keinginanku. Sudah punya teman juga,
namanya Kim Raekha, dia itu asisten Lee Donghae yang seharusnya menjadi
mentorku, berhubung dia cuti selama 2 minggu kedepan, ya jadi Tuan Hyukjae, eh
maksudku Hyukjae yang menjadi mentorku” jelasku panjang. “wait, kau hanya
memanggil bos mu dengan nama saja?” tanyanya bingung. “iya, dia yang
memintanya, jadi aku menurutinya” jawabku. “type orang yang mudah akrab bagiku,
jangan pernah lupa untuk berhati-hati sarang….orang baik banyak yang hanya
diluarnya saja, dibelakang mereka bisa menusuk” ucap eungyo mengingatiku. “ah
ne, eomma juga sering mengatakan itu padaku. Ghamsa eungyo.” Ucapku “ne,
cheonma” balasnya. Obrolan kami terus berlanjut tentang museum itu dan juga
tentang kehidupan eungyo, sampai tiba saatnya aku harus pulang untuk
menyikapkan kebutuhan kerjaku lusa. “aku pulang....” ucapku menutup pintu.
“bagaimana wawancaranya?” tanya eomma dan appa. “berjalan dengan baik, lancar,
atas doa kalian. Aku mulai kerja lusa pagi” ucapku bahagia. “ah selamat,
permulaan yang baik. Ayo kita rayakan dengan makan malam bersama” ucap appa
inisiatif. “kajja, eomma juga baru selesai masak” ajak eomma ke meja makan.
Selama makan malam, aku menceritakan tentang kejadian wawancara tadi, aku tidak
menganggap itu wawancara. Aku menganggap itu sebuah obrolan, karena tidak
menunjukkan wawancara untuk pekerjaan. Warna suara appa sedikit berubah kearah
putih begitu menyahuti ceritaku, terlihat bahagia. Suara eomma semakin putih,
semakin bersih, aku mencintai kedua orangtuaku Tuhan. ‘saranghae….neomu
saranghae…’ suara ponselku. “yeoboseo…” ucapku “yeoboseo, bagaimana
wawancaranya?” tanya junsu oppa diujung telepon. Dia kakak sepupuku, sudah
seperti kakak kandungku, dia tidak mempunyai adik atau kakak, sama seperti aku.
“berjalan dengan baik oppa, bagaimana kabarmu?” tanyaku, “aku sangat baik,
sedikit merindukanmu, badai salju disini” ucapnya. “lah oppa dimana?” tanyaku
lagi. “Paris, ada kunjungan rutin di Musee de Louvre” jawabnya. Junsu oppa tidak
beda jauh dariku, dia pecinta seni, aku memilih seni sebagian dari hidupku
karena nya. Dia memperkenalkan aku dengan dunia seni ini. “ah, ajak aku tidak
bisa lain kali?” tanyaku ingin. “suatu saat nanti kau bisa seperti ini, mungkin
lebih sukses dari aku, aku matikan dulu teleponnya, kita sambung nanti.
Annyeong” tutututututu “annyeong..” putus…
Keesokan
harinya
Hari ini…
apa yang harus aku lakukan? Besok hari pertamaku.. Tuhan, mengapa aku semakin
gugup? Persiapan sudah 80%, tinggal pelaksanaannya… Tuhan, semoga kedepan juga
selancar kemarin aku wawancara. Aku putuskan untuk mengunjungi museum itu
sebagai tamu, agar aku mengerti dan tidak terlihat bodoh besok. “mau kemana?”
tanya eomma. “ke museum, jadi pengunjung, agar besok tidak memalukan diriku sendiri,
anyeong eomma” pamitku seraya mengecup pipi eomma. “ne, hati hati. Saranghae”
ucap eomma. Kali ini aku menggunakan mobil, karena jalanan tidak ramai. Aku
membayar tiket masuk, aku kelilingi museum ini, secara perlahan, menggunakan
masker, malu jika ada pegawai yang kemarin aku temui menemukanku disini.
Pandanganku terpacu pada sebuah lukisan abstrak didepanku. Meski abstrak, aku
menemukan banyak arti dari lukisan ini. “ternyata kau tidak sabaran ya” ucap
seorang namja, aku menoleh, bagus, bos ku, Hyukjae. “kau bersemangat rupanya,
lepaskan maskermu, disini dilarang, tidak ada yang memberitahukanmu
sebelumnya?” sambungnya lagi. “mianhae hyukjae-ssi, aku hanya ingin berkunjung.
Tidak, tidak ada yang memberitahuku” ucapku seraya melepas masker. “Bagaimana menurutmu
tentang lukisan ini? Matamu menunjukkan kekaguman luar biasa” tanya hyukjae
padaku, suaranya semakin seperti emas mentah yang siap diolah dan dijual mahal
ditoko. “sebenarnya aku tidak begitu memahami betul tentang lukisan, tetapi
lukisan ini menunjukkan sebuah arti……..” ucapku terputus “arti..kebebasan”
sambungku. “bagaimana bisa kau tidak
memahami betul, tapi kau tahu persis maksud lukisan ini, lihat, ujung nya,
‘freedom’..kau cerdas” pujinya. “terima kasih, hanya kebetulan” ucapku. “tidak,
ini bukan sebuah kebetulan. Seni mengalir deras dan mendarah daging didirimu.
Bagaimana bisa?” tanya dia bingung. Aku ceritakan siapa Junsu oppa padanya,
semua tentang dia dan siapa dia dimataku. “oh, dia. Aku kenal” ucapnya santai.
“pecinta seni pasti saling mengenal satu sama lain” sambungku. “ada hal lain,
lambat laun kau akan tahu” tambahnya. Mwo? Dia bilang apa? Ah aku tidak
perduli. Aku berpamitan pulang dengan dia setelah hampir sehari penuh di
museum. Sungguh aku tidak mengingat waktu jika eomma tidak meneleponku. “sampai
bertemu besok, aku harap kau tidak terlambat” ucapnya berpamitan dan
meninggalkanku. Aku kembali ke rumah, mandi, makan malam dan bergegas tidur
lebih awal, aku tidak mau kesiangan dan merusak hari pertamaku. “aku berangkat,
rotinya aku makan dikantor ya eomma. Annyeong…saranghae”pamitku kepada eomma.
Sesampainya dimuseum, aku mengerjap dimana ruanganku yang diantar oleh hyukjae
kemarin. Pintu tinggi berwarna cokelat kayu basah…dimana dia? Ah ini! Aku
masuk. Ruanganku, ruang inspirasiku. Aku mengemasi dan berjalan keruangan
hyukjae. “annyeong, selamat pagi” ucapku hangat “annyeong, tepat sekali, kajja
kita mulai” ucapnya, suaranya berubah, emas pucat, mengapa? Tanyaku dalam hati.
“pengunjung hari ini tidak begitu banyak sepertinya, karena ini hari rabu,
pengunjung banyak di hari jumat, sabtu dan minggu” jelasnya terperinci,
suaranya kembali, emas murni. Aku jatuh cinta pada warna suaranya. “tidak
banyak yang harus kamu lakukan, hanya berkeliling, mengamati pengunjung,
memberikan info kepada mereka tentang apa yang mereka tidak tahu, dan kau harus
mengetahuinya. Dua minggu sekali kita mengadakan meeting untuk pembaruan atau
apapun tentang museum ini, meetingnya hanya bagian kepala dari divisi disini
saja. Kebetulan, kau assistenku, sama seperti Raekha. Jadi, jika ada meeting,
kau wajib ikut untuk menemaniku. Meeting terakhir 4 hari yang lalu ketika
Donghae belum cuti, baru akan ada meeting lagi setelah dia kembali dari
meetingnya” jelasnya panjang, aku berusaha mengingat, konsentrasiku sedikit
buyar karena ketertarikanku pada warna suaranya yang sangat memikat. “aku
paham. Bisa kita mulai? Maaf, aku sangat antusias” ucapku. “bagus, aku memang
membutuhkan orang sepertimu. Kamu tunggu disini, amati caraku bekerja” ucapnya
lalu meninggalkanku dan menghampiri seorang wanita tua dan cucu atau mungkin
anaknya yang sedang melihat lukisan seorang lelaki dengan topi tentara tetapi
sedang menggenggam tangan anak lelakinya. Caranya berbicara, bahasa tubuhnya,
cara dia berdiri, cara dia menerangkan. Tidak sepersedetik aku tidak mengamati,
semua aku amati, semua aku ingat betul. Ini seni, ini bagian hidupku, tidak
boleh aku meleset sedetikpun. Wanita tua itupun memuji hyukjae, warna suaranya
hitam, menyedihkan, suara anak lelakinya biru cerah, ketertarikan pada seni
yang baru muncul. Tidak lama wanita tua dan anak kecil itu meninggalkan hyukjae
dan hyukjae beralih kepadaku. “kau?” tanyanya “ya? Aku paham, hanya saja
biarkan aku mengamatimu dulu beberapa hari kedepan, lalu aku akan mencobanya
sendiri, tetap dalam jangkauan mu Hyukjae-ssi” negoku. “baik, asal kau bisa
memahami, jangan panggil aku hyukja-ssi, hanyak hyukjae atau eunhyuk. Paham?”
tawarannya, aku hanya mengangguk. Aku terus mengamatinya ke setiap apa yang dia
lakukan. Raekha menghampiri. “sempurna bukan?” tanya dia. “nugu?” tanyaku lagi.
“hyukjae, betul?”tanya dia lagi. “ne, seni memang takdir dalam dirinya” ucapku
menegaskan. “kau beruntung, sampai jumpa lagi” ucap raekha lalu menghilang
entah kemana, karena aku terus memperhatikan hyukjae. Hari demi hari… setiap
jenis seni ada di museum ini… seni tari, seni rupa, seni lukis, seni ukir…
sampai aku hampir lupa, aku mencintai dunia ini. Hari ini aku berjanji pada
hyukjae untuk memberanikan diri melakukan apa yang harusnya aku lakukan.
“silahkan, aku mengamatimu” ucapnya lalu sedikit menjauh. Aku menghampiri
seorang wanita paruh baya bersama anak perempuannya yang manis. “annyeong,
sarang imnida” ucapku membungkuk. “annyeong, ji eun imnida, kenalkan dirimu sayang”
ucap sang wanita, warna suaranya perak mentah aku memperkirakan usinya sekitar
awal 40-an. “annyeong eonni, hyunji imnida” ucap sang anak perempuan, usianya
sekitar 7 tahun, warna suaranya kuning cerah. Dia menenteng tas biola
sepertinya. “bisa aku bantu ahjumma?”tanyaku inisiatif. “aku ingin menanyakan,
adakah les biola di sini? Hyunji tertarik sejak usianya 5” ucap ji eun ahjumma.
“ada, silahkan sebelah sini” aku mengantarkannya. “annyeong kwon ahjussi,
kenalkan, hyunji dan eommanya ji eun. Ingin les biola katanya” ucapku pada kwon
ahjussi, kepala divisi seni musik. “annyeong, kau bisa meninggalkan kami
sarang” ucap kwon ahjussi, suaranya berwarna merah padam. Aku meninggalkan
mereka, hyunji terlihat bersemangat. “selamat belajar, gadis kecil yang cerdas”
ucapku pada hyunji, lalu meninggalkan mereka dan berlalu ke hyukjae. “brilliant”
ucap hyukjae. “jinjja?”tanyaku tidak percaya. “bisa kah kau aku lepas mulai
besok? Kau sudah lancar. Aku mempercayaimu” ujar hyukjae yang lagi-lagi membuat
darahku mengalir deras ke wajahku. “tidak apa-apa? Kau yakin?” tanyaku. “jangan
membuat aku jadi meragukanmu Sarang” sahut hyukjae. “baiklah, ghamsa. Aku akan
melakukan yang terbaik” ucapku. Sungguh, aku mencintai tempat ini. Tempat ini
surga dunia untuk aku. Tempat dimana aku berada seharusnya sedari dulu. Hari terus
berlalu, sudah 2 minggu aku disini. Pujian terus terlontar dari Hyukjae, hampir
membuatku tinggi hati. Raekha melakukan hal yang sama. “jangan sampai donghae
menemukanmu, atau dia dan hyukjae akan merebutkanmu” ucap raekha saat makan
siang bersama. “jangan sampai” sahutku singkat, aku sedikit takut. “oh iya
besok siang akan ada meeting” ucap raekha. “donghae sudah kembali?” tanyaku.
“pagi tadi dia kekantor, hanya untuk bilang itu, jadi besok meeting, mau bareng
denganku? Atau bersama hyukjae?” tanya Raekha sambil menyantap sushi nya.
“bersama hyukjae saja, aku gugup. Dia mampu membuat perasaanku tenang. Aura
pemimpinnya” ucapku tak sadar. “hahahah, hati-hati ya, dia Casanova” ucap
raekha mengingatkan. Setelah makan siang, aku keruanganku. Lalu keruangan
hyukjae untuk menanyakan apakah besok itu benar. “ya, kamu persiapkan resume
persentase museum dua minggu terakhir untuk dibandingkan dengan resume meeting
terakhir. Aku mempercayaimu” ucap hyukjae, aku menggangguk, mengerti. Aku
kembali keruanganku, menghubungi setiap divisi di museum ini dan mengumpulkan
hasil riset mereka lalu aku gabungkan dan aku buat persentasenya. “memuaskan”
ucapku setelah semuanya selesai. Tapi apa hasil ini memuaskan juga dimata orang
lain? Seandainya aku memegang resume meeting terakhir. “sudah selesai?” tanya
hyukjae yang tiba-tiba sudah duduk didepanku. “sudah, anda mau memeriksanya?
Siapa tahu ada kesalahan.” Ucapku lalu menjulurkan berkas itu. “bagus, format
sesuai. Besok meeting nya jam 10 pagi sampai jam makan siang, jangan terlambat.
Aku pulang dulu. Annyeong.” Ucap hyukjae lalu meninggalkan ruangan ini.
Keesokan
harinya….
“kau
siap?” tanya hyukjae. “siap tidak siap, aku harus siap” ucapku tegas. “bagus,
kajja” ajak hyukjae ke sebuah ruangan di lantai4. Lantai ini tidak untuk umum,
karena pusat kendali museum ini. Ada sandi di elevator jika ingin ke ruangan
ini. Kode yang unik, bagaimana bisa? Tanggal ulangtahunku. Menarik! “disini,
duduk, kau disebelahku. Jangan berucap sebelum ada yang memerintah” bisik
hyukjae. Aku mengangguk. Seorang namja bisa dibilang, memesona duduk disebelah
Raekha, itukah Donghae? Mungkin. Ada Kwon Ahjussi selaku divisi seni music,
hyukjae dan donghae selaku kepala divisi general, jongwoon ahjussi selaku
kepala divisi seni rupa, hagyeong eonni selaku kepala divisi seni tari dan
beberapa orang yang aku belum familiar. Sooman-ssi, selaku um, GM mungkin, atau
mungkin owner museum ini duduk ditengah, ditempat kramat kalau aku bilang.
“boleh aku liat resume meeting terakhir?” tanya sooman ahjussi tak lama resume
diberikan Raekha, oh dia yang memegangnya, aku panic. “dan resume 2minggu
belakang?” tanya sooman-ssi lagi. Aku semakin gugup, darah ku berdesir cepat.
Wajahnya serius, alisnya naik 1 begitu aku yang memberikan resume nya. “siapa
dia?” tanya Sooman-ssi. “pegawai baru, asistenku, pengganti hyelim” sahut
hyukjae, lalu aku duduk lagi disebelah dia. “hhmm, memuaskan” ucap sooman
begitu kepalanya berhenti menoleh kekanan-kiri membandingan dua berkas kramat
itu. “siapa yang membuat ini?” dia menanyakan berkasku. “saya Tuan” jawabku
berusaha menutupi kegugupanku, warna suara sooman itu merah api, mengerikan.
“menarik, sudah berapa lama kau bekerja disini?” tanya nya lagi, jalan 3 minggu
Tuan” jawabku. “sangat menarik. Kau……cerdas, pandai. Kau menemukan gadis ini
dimana hyukjae?” tanya sooman. “tidak sengaja” ucap hyukjae lalu tawa keluar di tengah-tengah
meeting. Satu mata, menatapku seakan aku makanan. Donghae. Dia menatapku
seperti mangsa buruannya. Ada apa dengan dia? Ada yang salah? Ah, perduli
setan. Meeting terus berlanjut, terlalu banyak pujian yang aku terima,
membuatku mudah tinggi hati. Tidak, tidak boleh terjadi. Aku tidak boleh cepat
puas. Meeting selesai, semua kembali ke tempatnya. Aku membenahi hasil meeting
untuk dibandingkan dengan meeting selanjutnya. Tersisa aku dan Donghae. Matanya
selalu menatap bengis. Ada apa sih? Untung saja aku tidak jadi anak buahnya.
“ah, shiny new toy…” ucapnya. Suaranya, warna oranye pudar. “maksud anda tuan?”
tanyaku akhirnya memecah. “jadi kau bernama Lee Sarang?” tanya dia. “ne, Lee
Sarang imnida. Mianhae, aku harus kembali keruanganku. Permisi” ucapku
meninggalkan donghae. Manusia aneh. Darah mengalir panas ke wajahku. Aku mulai
panic dan, sedikit takut. “kau baik-baik saja?” tanya hyukjae tiba-tiba.
“i..iya, semuanya baik-baiksaja” jawabku sedikit gugup. “donghae? Jangan kau
hiraukan dia, dia kalau menatap memang seperti itu. Santai saja, jika kamu
masih merasa risih, beri tahu aku” ucapnya lembut. “ada yang salah denganku?”
akhirnya aku bertanya. “dia itu type mudah tertarik dengan sebuah tantangan,
jangan kau hiraukan dia. Dia tertarik padamu, bukan dalam arti cinta, dia ingin
merebutmu dari aku” jawab hyukjae. “apa maksud nya? Aneh” tanyaku lagi. “makan
malam lah denganku, akan ku beritahu” tawar hyukjae. “kapan?” tanyaku lagi.
“malam ini” jawab hyukjae kembali keruangannya. Baiklah, toh dengan hyukjae,
bukan dengan manusia bengis itu. Aku kembali ke pekerjaanku, hari ini aku tidak
keliling, membenahi hasil meeting tadi, kemudian aku makan siang dengan Song Habyung,
rekanku dari divisi seni rupa. Dia orang yang ramah, well, sedikit yadong.
Sudah punya tunangan, bernama Kim Ryeowook dan akan segera menikah di akhir
tahun ini. Baru mengenalnya, aku sudah mendapat undangan pernikahannya.
Karyawan disini sangat terbuka dan baik kepadaku. Kecuali, si wajah bengis
dengan tatapan sayu tapi mematikan itu. “kau melamun hei” tanya habyung “ah
tidak, hanya sedikit bingung. Kau tadi ikut meeting bukan? Kok bisa Raekha
bertahan dengan bos bernama donghae” tanyaku. Tiba-tiba Raekha sudah bergabung.
“membicarakanku?” tanyanya. “ne, bagaimana bisa kau menjadi asisten donghae
dengan tatapan yang seperti itu?” tanyaku. “dia tidak biasanya seperti itu,
kecuali dia tertarik pada 1 hal dan dia akan berjuang mati-matian untuk mendapatkannya.
Sepertinya setelah cuti ada yang belum dia dapatkan dari cutinya” jawab Raekha
panjang. ‘jawaban sama persis dengan jawaban hyukjae’ aku membatin. Lalu aku
hanya mengangguk dan melanjutkan makanku. Tidak lama aku kembali keliling
museum sebentar untuk mengamati pengunjung. Lalu aku kembali ke ruanganku.
Waktunya pulang, aku bergegas. “kajja” ajak hyukjae. “ya, sebentar” sahutku.
Aku mengambil tas lalu menutup ruanganku. Aku mencari dimana lelaki itu. Dia
melambaikan tangan. Mobil Ferrari merah, warna favorit ku, kebalikan warna
suaranya yang emas. Dia membukakan pintu, manis. “mau makan kemana kita?”
tanyaku. “ketempat pilihanmu saja. Kalau bisa yang tidak terlalu banyak orang”
jawab hyuk. “ne, yadong resto, selatan seoul” usulku. Dia hanya mengangguk. Tiba
di restoran, dia membukakanku pintu, manis. “tempat yang bagus, seleramu
lumayan” puji hyuk. Kami duduk sedikit di pojok, karena menurutku obrolan ini
serius. Setelah memesan dan makan, hyukjae mulai cerita siapa donghae. Jujur,
aku takut, sangat takut. “lalu, mengapa awalnya kau menyuruhku menjadi anak
buahnya? Aku pasti akan keluar dari museum jika aku tahu dia seperti itu”
ucapku sedikit meringis. “ya, aku meminta maaf, tapi baguskan sekarang kau
menjadi anak buahku, bukan anak buahnya. Um, lebih baik jadi teman saja, jangan
anak buah” tawarnya. “aku terima tawaranmu” sahutku. “kau betah?” tanya hyuk.
“sangat, sungguh nyaman. Sepertinya aku telah menemukan hidupku di museum itu”
jawabku. “hanya saja kau belum pernah bertemu masalah” sahut hyukjae. “ya
jangan sampai ada masalah dong” sahutku lagi. “rumahmu dimana Sarang?” tanya
hyuk. “tidak jauh, hanya beberapa ratus meter dari sini” jawabku. “aku akan
mengantarmu” katanya. “tidak usah, aku akan naik bus saja” ucapku menolak. “kau
tidak takut donghae menguntit kita dan menculikmu?” ujar hyukjae sedikit
mencondongkan tubuhnya. “ah ara ara, kau antar aku pulang” ucapku sadar.
Sarang
pov end
Donghae
pov
“oh jadi
ini yang namanya lee sarang, gesit juga gerak si hyukjae, aku tidak mungkin
merebutnya” gerutuku dalam hati. Mengapa aku harus cuti waktu itu? Harusnya dia
menjadi anak buahku, dan nama baikku bisa pulih dan aku bisa membalaskan dendam
ke junsu sialan itu! Aku mendengus kesal jika ingat nama itu. “hyuk” aku
mengirim pesan singkat ke hyukjae. “apa? Kau mau bertanya tentang Sarang?” dia
membalas beberapa menit kemudian. “tepat. Kau menyukainya?” tanyaku lagi. “iya,
dia milikku. Jangan pernah merebutnya hanya karena kau ingin membalaskan
dendammu kepada Junsu” jawabnya. Tebakannya sangat tepat. Aku tidak membalas
lagi. Ddrrtt drrttt… ponsel ku bergetar.. ah hyukjae. “yeoboseo” mulaku.
“mengapa tidak jawab pesan singkat ku?” tanya hyukjae. “malas” ucapku singkat.
“ah jebal donghae, kita sudah bersahabat belasan tahun, jangan ada yang kau
sembunyikan. Jangan sangkut pautkan Sarang dengan masalahmu dan Junsu. Aku
mohon. Junsu adalah kakak sepupu Sarang. Sarang tidak tahu menahu soal
masalahmu dengan Junsu. Aku mohon jangan libatkan Sarang dengan dendammu itu
Hae” mohon hyukjae. “sejak kapan kau perduli dengan wanita? Kau benar-benar
jatuh cinta dengannya?” tanyaku ke hyukjae. “iya, kau benar, makanya, aku mohon
dengan sangat kepadamu, agar tidak melibatkan Sarang dengan masalahmu” jawab
hyukjae. “hanya karena kau sahabatku dari kecil, aku tidak akan melakukan ini.
Tapi aku meminta imbalan, bantu aku menghancurkan Junsu” ucap donghae.
Donghae
Pov End
Hyukjae
Pov
“mwo?
Jinjayo?” ucapku kaget. Bagaimana bisa aku membantu Donghae menghancurkan Junsu
sedangkan Junsu adalah kakak sepupu Sarang. Bagaimana bisa? “ne, gwenchanayo?”
tanya Donghae lagi. “ani, biarkan aku memikirkan ini dulu” ucapku. “jangan
terlalu lama, atau aku akan menggunakan Sarang sebagai senjataku” ancam
donghae. “beri aku waktu, akan aku pikirkan baik-baik” ucapku lalu aku
memutuskan telepon. Aku memutar otak sedemikian rupa. Bagaimana caranya ini?
Bagaimana aku bisa melindungi Sarang kalau begini caranya? Tidak, ini tidak
boleh terjadi. Kalian bertanya mengapa aku membela Sarang sebegitunya? Itu
karena…
Flashback
Aku
berlibur dengan Donghae dan 1 karib ku Siwon. Ke salah satu pedesaan kuno
daerah Busan pedalaman. Kami menginap di
salah satu penginapan, sebenarnya itu tempat tinggal warga yang disewakan untuk
kami, para wisatawan. Ketika malam hari, aku duduk di teras rumah dengan
secangkir kopi hitam panas buatan eunhye ahjumma. Donghae dan Siwon sudah tidur
karena kelelehan. Aku, eunhye ahjumma dan sungwook ahjussi berbincang-bincang
di teras halaman rumah mereka. Mereka menceritakan masa muda mereka. Cinta
sejati. “nak, kamu sudah punya calon?” tanya eunhye ahjumma. “ani, belum ada
ahjumma, bisa bantu aku mencarikan? Hahha” sahutku sambil bercanda. “ara ara,
aku bantu” sahut sungwook ahjussi. “mwo? Jinjayo ahjussi?” tanyaku yang keheranan,
karena maksudku hanya bergurau. Sungwook ahjussi masuk kerumah dengan hanya
anggukan tanda jawab ‘iya’ akan pertanyaanku. Dia kembali dengan membawa
setumpukan buku tua dengan tulisan yang sudah hamper hilang dengan tulisan
ejaan korea tua. Sungwook ahjussi membaca raut dan bentuk wajahku sambil
bertanya tanggal ulang tahunku. “dia tidak jauh, dia saudara dari musuh
sahabatmu. Akan datang tidak lama lagi” ucap sungwook ahjussi lalu menutup buku
kuno itu. Aku terperangah oleh apa yang diperbuat orang tua yang sedang duduk
bersamaku. Aku diam seribu bahasa karena aku sama sekali tidak mengerti
maksudnya. “saya mengantuk, saya duluan ya” ucap sungwook ahjussi, aku tidak
menghiraukannya.
Flashback
end
Sampai
tiba saatnya aku mewawancara Sarang waktu itu. Aku selalu mencari-cari info
riwayat hidup dan silsilah keluarga setiap orang yang melamar di museum.
Kemudian datang Sarang dengan CV nya. Aku cari tahu siapa dia setelah aku
menerimanya. Terkejut, dia adalah saudara sepupu dengan Lee Junsu. Aku
menamparkan diriku sendiri, memaksakan harus menyadari siapa Sarang. Dia kah
yang dimaksud sungwook ahjussi waktu itu? Junsu adalah musuh besar Donghae
sedari masih SMA, karena Junsu selalu mendapatkan apa yang Donghae inginkan,
dari gadis-gadis, pujian dari guru, sampai menjadi juara dari berbagai
perlombaan. Entah karena memang seperti itu takdir Tuhan, atau memang Donghae
yang sial, Donghae sangat membenci Junsu dan dia pernah bersumpah akan
menjatuhkan Junsu suatu saat nanti. sampai dia mendapat laporan dari Raekha
tentang Sarang sebagai pegawai baru. Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Bagaimana caranya membantu donghae menghancurkan Junsu tanpa melukai hati
Sarang? Ah jinjayo t____t.
Keesokan
paginya
Aku
beranjak dari tempat tidur dengan tergopoh. “sakit sekali kepala ini” gumamku
sambil memegangi kepalaku. “hyukjae-ya! Cepat bangun dan berangkat kerja, sudah
jam berapa ini?” ucap eomma. “eomma-ya jangan berteriak seperti itu! Kepalaku
sakit sekali” ucapku meringis. Lalu terdengar suara pijakan kaki yang sedikit terburu-buru
kekamarku. “omona, wajahmu pucat. Kau sakit hyuk? Ah istirahat lah, tidak usah bekerja,
sebentar, eomma buatkan bubur labu” ucap eomma lalu meninggalkan kamarku. Naega tteotda hamyeon da wechyeo, oppa, oppa… ponselku, dimana? Aku meraba meja kecil disebelah
tempat tidurku. “sarang? Haish” gumamku lagi. “yeoboseo” ucapku serak
“yeoboseo, hyuk, dimana kau? Mengapa suaramu seperti itu? Kau baik-baik saja?”
tanyanya heran. “aku sakit sarang, hari ini tidak bisa masuk, semoga besok aku
bisa pulih dan bekerja seperti biasa” sahutku pelan. “arraseo arraseo,
istirahat yang banyak hyuk…annyeong” ucapnya lalu sambungannya berakhir.
Hyukjae pov end
Sarang Pov
Haish… hyukjae sakit? Dan aku sendiri tanpa dia?
Aaaa tidak tidak, aku mulai berhalusinasi. Donghae? Mata tajamnya? Aku sendiri?
Hyukjae sakit? Tidak tidak, jangan berpikir-pikir yang aneh-aneh Sarang,
semuanya akan baik-baik saja. Sepertinya aku takut untuk keluar ruanganku, ah
jinjayo…. Kring kring kring “yeoboseo, sarang” ucapku mengangkat gagang
telepon. “yeoboseo” sahutnya. Mataku melotot begitu mendengar dan menyadari
suara siapa di ujung telepon ini. “sarang, kau baik-baik saja?” tanya pemilik
suara oranye pudar ini. “n..ne, g..gwaencana. ada yang bisa kubantu
donghae-ssi?” tanyaku. “panggil aku donghae seperti kau memanggil hyukjae.
Mengapa hanya diruangan? Mengapa tidak berkeliling selayaknya
pekerjaanmu?”tanya donghae menginterogasiku. “s..sebentar lagi, aku sedang
mengurus sedikit pekerjaan hyukjae” ucapku masih tegang. “pekerjaan hyukjae?
Memang dia kemana? Tidak masuk?” lagilagi donghae terus menginterogasi. “iya,
dia sakit, tadi pagi aku menghubunginya, ada keperluan lain? Aku sedikit sibuk
dongahe-ssi”ucapku segera ingin menutup telepon ini. “arra arra..annyeong”
tutututut akhirnyaaaaaa. Aku lekas keruangan hyukjae dan membereskan pekerjaan
dia yang dateline nya hari ini. Lalu aku berkeliling museum sebagaimana
mestinya. Aku sedikit berhati-hati, takut tiba-tiba donghae muncul dengan mata
tajamnya itu. “annyeong sarang eonnie!!!!” teriak suara gadis kecil ketika aku
sedang berjalan. “annyeong hyunji, apa kabar?” tanyaku menyadari siapa gadis
kecil ini. “aku baik-baik saja, senang sekali bisa les biola disini hehehe”
ucapnya girang. “ah syukurlah” ucapku mengusap-usap kepala hyunji. “eonni,
kemana kekasihmu?’” hyunji bertanya. “kekasih? Aku tidak punya…” sahutku. “kau
berbohong, lelaki yang ada di pojokan waktu pertama kali kita bertemu itu,
hyukjae oppa namanya, kemana dia?” hyunji bertanya seperti itu, membuat jantung
ku berdetak dua kali lebih cepat. “aish…kau salah, dia bos ku… sudah sana les,
nanti kalau kau terlambat, kwon ahjussi bisa marah” ucapku mengalihkan
pembicaraan. “ahaha baiklah, sampai jumpa sarang eonni” ucap hyunji sambil
berlari kearah kelas les biolanya. Aku jadi terpikir keadaan hyukjae, apa dia
baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba dia sakit sedangkan kemarin kami baru saja
menonton film baru dibioskop. Waktu sudah menunjukan jam pulang, aku bergegas
keruangan hyukjae dan mencari kartu nama pribadi nya, barang kali ada alamat
rumahnya. “yak dapat! Haish, rumanya tidak jauh dari rumahku ternyata, baiklah
aku akan menjenguknya” ucapku dalam hati. Aku merapihkan ruangan hyukjae dan
juga ruanganku, lalu bergegas keparkiran mobil untuk menjenguk hyukjae.
“bawakan dia apa ya? Aduh dia sakit apa sih? Hem, buah saja lah” gumamku dalam
hati saat menyetir. Aku berhenti disalah satu toko buah dan membeli beberapa
jenis buah. Setelah itu aku mengerjap dimana rumah hyukjae, sampai aku tiba
disalah satu rumah yang cukup mewah berlantai dua. Aku keluar lalu memencet
bel. Seorang sekuriti keluar. “ada yang bisa saya bantu nona?” tanyanya sopan.
“benarkah ini rumah Lee Hyukjae?” tanyaku. “benar, ada keperluan?” tanya
seokjoo-ssi “ne, saya Lee Sarang, rekan kerja Hyukjae, datang untuk menjenguk
dia karena hari ini dia tidak masuk kerja. “ah arraseo nona Sarang, silahkan
masuk.” Ucapnya lalu membukakan pagar besi yang besar itu, lalu aku memarkikan
mobilku. Aku mengetuk pintu masuk utama, seorang wanita paruh baya yang anggun
membukakan pintu. “a..anyeong, sarang imnida, rekan kerja hyuk, datang untuk
menjenguk” ucapku gugup seraya membungkukan badan. “annyeong sarang, silahkan
masuk” sahutnya sopan, warna suaranya biru tua. “dimana hyukjae
ahjumma?”tanyaku memulai pembicaraan. “dikamarnya, kajja, aku antarkan” ajak
eomma hyuk. “m…mwo? Diperbolehkan?”tanyaku bingung. “ne, waeyo? Kau kan hanya
menjenguk? Sebaiknya bantu aku menyuapinya makan, dia belum makan malam dan
tidak mau minum obat, aku harap kau mau membantuku Sarang” ucap eomma hyukjae sambil
terus berjalan kearah sebuah pintu cokelat kayu basah, sama seperti pintu
ruanganku dikantor. Knock knock knock…ketuk eomma hyuk. “ya, masuk saja” ucap
pemilik suara emas itu dari balik pintu. “hyukjae-ya, ada yang datang
menjenguk” ucap eomma hyuk membuka pintu, aku masih dibelakangnya. “mwo?
Jinjayo? Nugu?”tanya hyuk. “silahkan masuk, jangan lupa, bantu aku agar dia mau
makan, arraseo?” ucap eomma hyuk lalu meninggalkanku, aku hanya mengangguk
mengerti. “a..annyeong hyuk” ucapku sedikit gugup.
Sarang pov end
Hyukjae pov
“a…annyeong, kau? Sarang? Disini? Dari mana kau
tahu alamatku?” ucapku terkejut ketika aku tahu siapa yang eomma maksud
menjengukku. “kartu namamu, omong-omong, kau sakit apa? Mengapa membiarkanku di
museum sendiri?” tanya sarang yang bibirnya di manyunkan seraya meletakkan
kantung plastic dimeja sebelah tempat tidurku. “kan aku sudah katakan, aku
sakit” ucapku lesu. “ah arra arra, sekarang sudah membaik? Padahal kemarin kan
kita baru saja nonton film bersama..haish, ini makan malammu?” tanya sarang
melihat semangkuk bubur yang masih hangat di meja. “ne, wae?” tanyaku lagi.
“wae? Kau bertanya mengapa? Jja, habiskan, aku suapi, kalau kau sakit terus,
lalu kau terus-terusan tidak masuk, aku yang sengsara nanti, aku akan
terus-terusan berhalusinasi yang aneh tentang donghae, jja, buka mulutmu” ucap
sarang cerewet. “ani, aku tidak lapar” aku menolak. “ah jebal hyuk, supaya
cepat sembuh, jebal” sarang memohon. “ah baiklah” ucapku lalu membuka mulut. Sarang
menyuapiku dengan lembut, wanita ini, wanita pertama yang membuatku jatuh cinta
sampai sepertinya aku rela melakukan apapun demi menjaganya. Mengapa kau baru
muncul sekarang Sarang, mengapa? “nah, habis juga, sekarang minum obatmu.
Haish, banyak sekali, kau ini cuma sakit kepala, tapi obatmu sebanyak ini,
ckckck” ucapnya heran sambil menyiapkan obat-obatan. “ini, minum, supaya besok
kau bisa masuk kerja” ucap Sarang sambil memberikanku obat. Sepertinya hanya
dengan dia disini, disebelahku, aku sudah merasa sehat. “oh iya, hari jumat
akan ada meeting, masihkah harus aku yang membuat resumenya?” tanya Sarang
seraya meletakkan gelas dipinggir meja. “sepertinya iya, sampai ada yang
menguhubungi mu” ucapku singkat. “akhirnya kau mau makan juga hyuk” ucap eomma
tiba-tiba sudah ada dikamarku. “sarang, terima kasih banyak, sepertinya kau harus datang setiap
kali hyukjae sakit” ucap eomma membawa mangkuk dan gelas kotor dari kamar. Darahku
berdesir deras, aku dan Sarang hanya bertukar pandang hinggal eomma
meninggalkan kami. “mau aku kupasi buah Hyuk?” tanya Sarang lembut. “aku mau
jeruknya” sahutku. “arra, sebentar” kata Sarang lalu mengambil sebuah jeruk dan
masuk kekamar mandi untuk mencucinya di wastafel. “aku merasa jauh lebih baik,
gamsha Sarang” ucap ku seraya gadisku ini mengupasi jeruk bawaannya. “ah
cheonma Hyuk, baiklah, hari sudah semakin larut, aku pulang dulu, sampai
bertemu besok dimuseum ya. Annyeong, ah, jaljayo hyuk” ucap Sarang
meninggalkanku. Tidak lama aku mendengar suara mesin mobilnya meninggalkan
rumahku. Kemudian eomma sudah duduk saja disebelahku. “siapa wanita itu hyuk?
Kau mempunyai pandangan lain kepadanya” tanya eomma serius. “calon menantumu
eomma, ah jebal, aku mau tidur, jaljayo” ucapku lalu memunggungi eomma, aku
yakin dia sedang memutar otaknya untuk memahami maksud kata-kataku.
Keesokan harinya
Aaaaahhh aku merasa badanku semakin membaik, lalu
aku bergegas mandi dan sarapan bersama eomma dan appa. “obatnya jangan lupa”
ucap appa. “arraseo, aku berangkat ya, daaahh” ucapku terburu-buru. Sesampainya
dimuseum, ternyata aku kepagian. “sudah sembuh huh?” tegur Donghae. Glek, aku
berusaha menelan ludah dengan susahnya. “n..ne, wae?” jawabku seadanya. “sudah
kau putuskan?” tanya Donghae. “b..belum…ah jebal Hae, kita harus membicarakan
ini secepatnya, berdua saja, dan tidak dimuseum” ucapku pada donghae. “arraseo,
malam ini, yadong café jam 7 malam, jangan sampai telat” ucap Donghae lalu
meninggalkanku. “hyukjae-ya!!!! Kau kembali akhirnya” suara itu, gadisku. “ya,
berkatmu, terima kasih. Jja, kita kerja lagi” ajak ku kepada Sarang. “kajja”
sautnya dengan senyum manisnya, terlebih lagi eyesmilenya, ah Sarang…. Seharian
ini aku menghabiskan waktuku bersama Sarang. Dari berkeliling museum, makan
siang bersama sampai aku membantunya mendisain ide barunya untuk salah satu
sudut dimuseum. Tiba saatnya pulang, aku mengantarnya pulang lalu bergegas ke
yadong café untuk bertemu Donghae. Aku mencari-cari dimana Donghae berada.
“sebelah sini hyuk” teriak Donghae sambil melambaikan tangannya ke arahku. “jadi
bagaimana?” tanya Donghae. “jebal Donghae, jangan membuatku pusing seperti ini.
Sarang segalanya untukku. Bagaimana bisa kau masih menyimpan dendam kepada
Junsu sampai saat ini? Aku tidak mungkin membantumu menghancurkan Junsu,
sedangkan Sarang adalah adik sepupu Junsu” ucapku panjang kepada Donghae.
“mengapa sih Hyuk? Mengapa sebegitu mati-matiannya kau membela dia? Kau justru
belum ada 1 bulan mengenalnya, dan sekarang kau bilang dia adalah segalanya
bagimu?” tanya Donghae heran. “jebal Hae, kau tidak mungkin memercayaiku jika
aku menyeritakannya padamu, jebal, jangan sangkut pautkan Sarang dengan
masalahmu” aku terus memohon pada Donghae. “arraseo, kau tidak mau membantuku
menghancurkan Sarang? Aku akan merebut Sarang darimu” ucap Donghae penuh
penekanan dan berlalu meninggalkanku sendiri. Aku masih melongo dengan apa yang
barusan aku dengar? Apa dia kata? Merebut Sarang dariku? Tidak, tidak akan
kubiarkan. Toh Sarang juga tidak menyukai Donghae sama sekali. Aku berlalu
pulang kerumah, buru-buru aku menelepon Sarang. “yeoboseo” “yeoboseo, Sarang,
besok berangkat ke museum bareng, ne?” “m…mwo? Jinjjayo?” “ne, aku jemput kau
besok jam 7 pagi ne?” “ah arraseo, terserah kau Hyuk” begitu percakapanku
dengan Sarang. Aku tidak mau keduluan Donghae, walau dia adalah sahabatku dari
masih kecil, bahkan orang tua kami bersahabat juga. Jika dia mau merebut Sarang
dariku, mau dikemanakan tunangannya itu? Ish jinjjayo, aku memikirkan dia? Ani
ani, berhenti memikirkan dia. Drrtt drrttt “ne, yeoboseo, waeyo sarang?” “h..hyuk,
Donghae berada didepan rumahku, aku takut, buat apa dia kesini? Apa yang harus
aku lakukan?” “apa? Dia? Didepan rumahmu?” “i..iya, aku takut, apa yang harus
aku lakukan?” “rumahmu ada sekuritinya kan? Bilang padanya bahwa kau tidak
dirumah, bilang juga pada orang tua mu untuk menyampaikan hal yang sama. Bilang
saja bahwa kau sedang pergi bersamaku” “a..arraseo, akan kuhubungi kau lagi”
jebal? Yang benar saja, Donghae langsung kerumahnya Sarang? Andwaeee, gesit
sekali dia. Tidak akan kubiarkan. Aku berusaha untuk memejamkan mataku, mengapa
sangat sulit? Pikiranku terus memikirkan tentang Sarang.
Hyukjae pov end
Sarang pov
Untuk apa mata bengis itu kerumahku? Apa mau dia? Ini sungguh
menyeramkan, meski dia sudah tidak didepan rumah, tapi aku masih takut. Tadi,
mendengar suara Hyukjae, aku sedikit lebih tenang. Apa dia sudah tidur? Aku
telepon saja. “yeoboseo” “hyukjae…kau sudah tidur?” “belum, aku belum tidur,
wae?” “a..ani, aku hanya sedikit ketakutan, meski Donghae sudah tidak disini”
“ah, ne, aku mengerti. Apa yang bisa aku bantu?” “hyuk, aku mempunyai 1
permintaan, maukah kau mengabulkannya?” “ne, apa itu?” “bolehkah aku memanggilmu
oppa?” “m..mwo? jinjjayo? Aku tidak salah dengar?” “a..ani, bolehkah Hyuk?”
“b..boleh, tentu saja boleh” “ah, gomawo op..oppa… ada permintaan lagi” “aish,
apa? Sebutkanlah” “nyanyikanlah aku sebait lagu, itu akan membuatku tenang”
“mwo? Aku tidak pandai bernyanyi” “aaaahh tidak apa-apa, jebal” “arra arra………… deo
jinamyeon neol dasi boge dwae seolleineun nal, Nae maeumi apado ipsureun
jeojeollo utge doeneun nal..hehehe” “kau seharusnya
menjadi penyanyi saja” “ini sebuah pujian atau hinaan?” “hahaha pujian, suaramu
indah, ah aku mengantuk, aku tidur dulu…annyeong” “annyeong, jaljayo, mimpi
indah Sarang”. Suaranya, mampu membuatku tenang, mampu membuatku nyaman..haish
apa yang aku pikirkan??? “ya, kau belum juga tidur Sarang?” ucap eomma
mengagetkan “aku tidak bisa tidur” sahutku seadanya “omong-omong siapa orang
tadi? Mengapa kau tidak mau menemuinya? Ketika eomma bilang kau sedang pergi
dengan Hyukjae, wajahnya berubah, expressinya aneh. Oh iya, siapa pula
Hyukjae?” tanya eomma beruntun “haish eomma, nanti saja aku jelaskan, aku
mendadak mengantuk, arra? Jaljayo” ucapku memunggungi eomma. Maafkan aku eomma,
aku hanya malas menceritakan semuanya sekarang.
Keesokan harinya
Ddrrtt ddrrttt “kau dimana Sarang?”
“sudah siap, masih dirumah” “aku sudah dijalan, bersiaplah” “arraseo”. Entah
mengapa, akhir-akhir ini aku merasa ada yang aneh dengan perasaanku kepada
Hyukjae, aku merasa lebih nyaman dan lebih apa ya namanya, ah entahlah. “orang
bernama Hyukjae sudah menunggumu didepan rumah” ucap appa memasuki ruang makan.
“arraseo, eomma, appa aku berangkat ne?” ucapku pamit. “ah Hyukjae? Dia?” tanya
eomma “ne, akan ku ceritakan nanti malam jika aku tidak mengantuk” ucapku
mengecup pipi eomma dan masuk kemobil Hyukjae. “annyeong oppa” sapaku,
terdengar sedikit aneh, tapi aku senang mengucapnya. “a..annyeong Sarang,
terdengar lucu hahaha” sahutnya. “sudah sarapan?” tanyaku sambil oppa baruku
melajukan mobilnya. “tidak sempat” sahutnya. “nih, makanlah” ucapku memberikan
roti selai cokelat padanya. “aku sedang menyetir, mana bisa” sahutnya sambil
mengatur pedal gigi. “arraseo arraseo, buka mulutmu” ucapku sambil menyuapi
oppa baruku ini “enak” ucapnya mengunyah. Aku terus menyuapinya sampai roti
yang aku bawa ini habis. Ddrrrtt ddrrrtt “yeoboseo eomma, ada apa?” “Donghae
datang lagi kerumah” “mwo? Mau apa lagi? Bilang saja aku sudah berangkat dengan
Hyukjae, arra? Annyeong” gila apa orang ini? “waeyo?” tanya Hyuk oppa “si gila
Donghae datang lagi kerumah” ucapku seadanya. “hah? Mau apa lagi dia? Ish,
untung aku datang lebih cepat” ucapnya. “ah bagaimana ini? Dia terus-terusan
datang, aku tidak mau pekerjaanku ikutan terganggu” ucapku takut. “tenang, aku
tidak akan membiarkanmu sendiri di museum, kecuali aku ke toilet, hahah”
ucapnya sedikit menghibur. Lagi, semua tentang Hyukjae membuatku selalu tenang.
Sepertinya aku jatuh cinta….
Sarang pov end
Hyukjae pov
Syukurlah aku datang lebih awal, kalau
tidak, mungkin Sarang sedang ketakutan 1 mobil dengan Donghae. Tuhan, izinkan
aku untuk selalu bisa menjaga Sarang. Sesampainya dimuseum, aku masuk
keruanganku dan Sarang masuk keruangannya untuk menyiapkan resume meeting yang
akan diadakan besok. Aku tidak melihat dimana Donghae. Apa mungkin ada
diruangan Sarang? Lebih baik aku check kesana. Aku menyusuri ruangan demi
ruangan, sampai aku tiba didepan pintu ruangan Sarang. “untuk apa kau dekat
dengannya? Dia itu Casanova Sarang, jangan pernah berpikir dia lelaki baik”
ucap si brengsek Donghae. “dia mungkin memang Casanova, setidaknya dia masih
lajang dan bisa bertaubat, sedangkan kau, sudah punya tunangan, masih sempatnya
menggodaku” sahut Sarang dingin. Aku mengurungkan niat untuk membuka dan
meninju wajah Donghae. “aish…jadi kau sudah memercayainya ya? Atau
jangan-jangan kau menyukai Hyukjae?” tanya Donghae lagi. “ya, aku
memercayainya, dan memang kenapa kalau aku juga menyukainya?” jawab Sarang
ketus. “jawab sajalah, kau menyukainya? Aku jauh lebih keren dan tampan dari
dia Sarang, aku pun juga lebih kaya dari dia” ucap Donghae memanasi. “ya, aku menyukainya,
puas?” jawab Sarang. Aku memutuskan untuk meninggalkan mereka. Aku dengar apa
barusan? Sarang juga menyukaiku? Tamat sudah riwayatmu Donghae, telanlah pil
pahit kekalahanmu. Sarang aman, Junsu aman. Kekhawatiranku berkurang. Sekarang
tinggal bagaimana aku menjaga Sarang dengan baik. Aku menyusuri sudut-sudut
museum dengan sumringah. Aku yakin senyumku tidak luntur sama sekali dari tadi.
“hei, aku lihat kau bahagia sekali” ucap Sarang yang tiba-tiba sudah
disebelahku. “a..ani, kita memang harus tampak bahagia didepan pengunjung
bukan?” kataku sedikit mengalihkan pembicaraan. “Donghae tadi keruanganku” ucap
Sarang. “jinjja? Untuk apa? Apa yang kalian bicarakan?” tanyaku pura-pura tidak
tahu. “menggangguku” ucapnya singkat. Ah jebal Sarang, aku sudah mengetahuinya,
hahaha. “aish, tidak ada kerjaan apa dia?” tanyaku dan disahuti hanya dengan
dia mengangkat pundaknya. “yaaa Sarang eonnie, kalian terlihat cocok” ucap
seorang gadis kecil. “hai hyunji…apa kabar? Apa katamu tadi? Kami cocok?
Hahaha” ucap Sarang menggendong gadis kecil yang namanya Hyunji. Dia menyebut
kami berdua cocok? Hahaha. “aku baik, Hyukjae oppa? Sarang eonni ini kekasihmu
bukan? Kalian cocok!” ucap Hyunji dipelukan Sarang. “hai gadis kecil yang
pintar, omong-omong darimana kau tahu namaku? Terima kasih pujiannya” ucapku
mengambil alih Hyunji dari pelukan Sarang. “dari orang-orang, haha” ucap Hyunji
polos. “kalian terlihat akrab, cocok sekali” ucap wanita paruh baya dekat kami.
“eomma!!!!” teriak Hyunjie meluncur dari dekapanku dan berlari kearah ibunya.
“annyeong eonni, oppa, aku pulang dulu. Dadah” ucap Hyunji sumringah. Aku terus
berkeliling museum bersama Sarang, melihat pengunjung-pengunjung kami. Sejauh
ini lancar, semoga kedepannya seperti ini juga. Aku sudah tahu perasaan Sarang,
dan Donghae pun sudah. “ah, disini kalian berdua rupanya” ucap Donghae dengan
tiba-tiba. Sarang langsung berpindah posisi menjauh dari Donghae dan berdiri
dibelakangku. “hei Sarang, aku bukan monster” ucap Donghae berusaha meraih
Sarang tetapi dapat ku tangkis. “tolong, ini tempat kerja, hormatilah karyawan
lain dan pengunjung disini” ucapku tegas. “arraseo, ingat, ini belum berakhir”
ucap Donghae mengedipkan mata ke Sarang lalu meninggalkan kami. “brengsek”
gumamku. “apa sih yang dia inginkan?” tanya Sarang bingung, aku hanya dapat
menggelengkan kepalaku. Lalu aku melanjutkan apa yang sedang aku lakukan
bersama Sarang. “Sarang” ucapku. “ne oppa” sahutnya “aku sudah mengabulkan 2
permintaanmu semalam, sekarang, maukah kau mengabulkan 1 permintaanku?” tanyaku
serius. “ne, apa?” sahutnya lagi. “aku mau kau bersedia untuk aku antar jemput
setiap harinya, dan jika kau mau pergi kemanapun dan butuh teman, aku dengan
hati menemanimu” ucapku panjang. “aishhh kau lebih mirip seperti body guard ku
oppa hahaha” sahutnya ceria. “aku sedang serius” ucapku datar. “arra arra,
sepertinya itu tidak merugikanku, arra aku mau” sahutnya membuatku lega.
Setidaknya aku tahu dari rumah ke museum aku dengannya dan aku tahu aku
mengantarnya sampai kerumah. “oh iya, jangan pernah mau mendapat tawaran dari
siapapun jika aku tidak bisa menjemput atau mengantarmu ne?” tambahku. “arraseo
oppa” sahutnya riang. Semakin hari semakin dekat saja hubungan kami berdua.
Donghae sudah hampir putus asa saja, dia selalu kalah beberapa menit dariku,
hahaha, menyerahlah Donghae, Sarang milikku. Hampir 1 bulan ini hubunganku
dengan Sarang semakin membaik. Donghae pun sepertinya menyerah. Aku sudah kenal
dengan orangtua Sarang, begitu juga sebaliknya. Sora noona justru menyukai
Sarang setengah mati, dan sering meminta Sarang untuk main kerumah. Ddrrtt ddrrtt “yeoboseo” “yeoboseo Hyukjae” “ne Donghae, waeyo?” “ani,
dengan ini aku mengakui aku menyerah, aku berjanji tidak akan mengganggu Sarang
dan juga tidak akan mengganggu Junsu” “jinjjayo? Aku tidak salah dengar?” “ne,
jangan membuatku berpikir dua kali” “arraseo, gamsha Donghae” “cheonma, selamat
Hyuk, aku berdoa agar hubunganmu dengan Sarang berjalan mulus, aku mengakui
kekalahanku. Annyeong” “annyeong” sedikit tidak percaya dengan apa yang Donghae
katakana di telepon. Tetapi, selama 20tahun bersahabat, tidak pernah sekalipun
dia mengingkari janjinya. Ini membuatku sedikit lega dan membuatku merasa
nyaman untuk mengatakan cinta pada Sarang.
Hyukjae pov end
Sarang pov
Semakin hari aku dan Hyukjae oppa
semakin dekat saja. Aku mengakui bahwa aku jatuh cinta pada pemilik suara
berwarna emas itu. Semua yang ada didirinya sempurna, semua yang ada didirinya
membuatku terus mengaguminya. Tidak ada lagi gelagat aneh dari Donghae,
sepertinya dia menyerah. Gila saja, dia sudah mempunyai tunangan dan masih
mengejarku? Tidak masuk akal. “yeoboseo” “ne Sarang, lama tidak mendengar kabar
darimu” “ah justru itu, aku ingin bertemu kau Eungyo, bisa?” “arraseo, di café biasa
ne? 20menit lagi aku sampai” “arraseo, sampai bertemu” percakapanku dengan
Eungyo, sudah lama kami tidak bertemu. “yeoboseo hyunjae-ya” “yaaa Sarang, kau
masih hidup? Kemana saja?” “jangan berteriak ditelepon Hyunjae, bertemu
sekarang bisa? Aku merindukanmu” “bisa, dimana jam berapa?” “sekarang di mouse
& rabbit, eungyo sudah dijalan, aku juga, bisa?” “arraseo, bisa, tapi aku
sedikit terlambat ne? tidak apaapa?” “ani, yang penting kau datang, sampai jumpa”
aku menghubungi dua sahabat terbaikku untuk segera bertemu. Aku sampai lebih
dulu dicafe tempat biasa kami bertemu, 5menit kemudian Eungyo datang. “lama
sekali tidak bertemu hmm” “mianhae eun, aku kan karyawan baru, jadi aku mohon
maklummu” “arraseo, apa kabar? Kita berdua saja?” “ani, aku menghubungi
Hyunjae, mungkin dia sebentar lagi sampai” “arraseo, aku mau pesan, kau mau
apa?” “ice cappuccino saja” “arraseo” aku duduk disalah satu sudut favorit ku
dicafe ini, sementara Eungyo memesan minuman dan Hyunjae belum datang, aku
menyempatkan untuk menelepon Hyukjae oppa. “yeoboseo, dimana kau?” “aku dicafe
mouse & rabbit bersama Eungyo dan Hyunjae sahabatku oppa, maaf telat
mengabarimu, aku baik-baik saja kok” “ani ani, kau di mouse&rabbit? Aku kesana
sekarang” “aniyooo aku ingin mengobrol dengan sahabat-sahabatku oppa, beri aku
waktu sebentar saja” “arraseo, kalau begitu, akan kujemput, beritahu aku jika
sudah selesai ne?” “ne, annyeong oppa” kemudian Eungyo datang dengan pesanan
kami. “oppa? Junsu oppa?” tanya Eungyo “ani, Hyukjae” jawabku singkat sambil
mengaduk ice cappuccinoku “mwo? Kau memanggil bos mu oppa?” “annyeonggg” ucap
Hyunjae tiba-tiba sudah bergabung. “haish, suaramu mengapa besar sekali?”
protesku “hahaha, sudah lama? Aku pesan dulu, jangan memulai percakapan tanpa
aku” ucap Hyunjae meninggalkan aku dan Eungyo. Sekembalinya Hyunjae, aku
menceritakan kejadian 3bulan terakhir setelah aku kerja dimuseum dan seakan
menghilang dari mereka tanpa kabar. Ekspresi wajah kedua sahabatku ini sama. Mereka
tercengang dan belum melontarkan komen apapun, dan mereka memilih menenggak
minuman mereka sambil masih memberikanku tatapan aneh. “jadi?” ucapku bingung. “aku
kehabisan katakata” ucap eungyo. “aku pun sama” sahut hyunjae. “ya setidaknya kalian
tahu apa yang terjadi denganku akhir-akhir ini” ucapku lalu menenggak ice cappuccinoku.
“aish jinjjayo Sarang kita yang lugu ini diperebutkan dua orang hahaha” ucap
hyunjae pada eungyo “ahahaha kau betul hyunjae, daebak kau sarang” sahut eungyo
baru menyadari. “jadi Hyukjae oppa mu akan menjemputmu ne?” tanya hyunjae “ne,
waeyo?” tanyaku “kenalkan kepada kami” sahut eungyo “arraseo, jangan ucapkan
yang aneh-aneh padanya” ucapku “kau takut dia tidak menyukaimu lagi ne? takut
dia berpaling padaku?” tanya hyunjae meledek. “jika kau merebut Hyukjae dariku,
aku akan membuat Kyuhyunmu bertekuk lutut dihadapanku” sahutku seadanya. “aaaaaaaaa
arra arra arra, aku tidak akan mengatakan apapun” ucap hyunjae takut. Aku dan
Eungyo hanya bisa tertawa. Lalu aku menelepon Hyukjae oppa untuk segera
menjemputku. 15menit kemudian dia datang dengan mobilnya. Pesonanya membuat
Hyunjae dan Eungyo diam seribu bahasa. Mereka berkenalan berjabat tangan. Hanya
menyebut nama yang dilakukan dua sahabatku ini. Sebegitu memesonanyakah oppaku
ini? Sampai dua sahabat cerewetku diam seribu bahasa seperti itu? Lalu aku dan
oppa pamit lebih dahulu dari mereka. Dimobil, hyukjae oppa diam saja. Aku melirik
ponselku, ada pesan dari Hyunjae berisikan “jangan pernah menyianyiakan dia, atau
dia akan ku rebut, hahaha, dia begitu ‘hot’ Sarang” aku hanya tertawa
terpingkal membacanya. “ada yang lucu?” tanya Hyukjae oppa. “ani, sahabatku,
hahaha mereka mengagumimu” ucapku. “oh pantas mereka tadi hanya diam saja” ucap
oppa datar. Apa ada yang salah? Mengapa Hyukjae oppa diam datar seperti itu? “aku
melakukan kesalahan ya?” “ani” “lalu mengapa oppa diam saja seperti itu?” “ada
yang mau aku sampaikan, mungkin ini saatnya” “ucapkan lah oppa” kemudian oppa
menepikan mobilnya. Wajahnya berubah serius, lebih serius dari meeting dua
minggu sekali bersama Sooman ahjussi. Aku mulai bingung, apa aku melakukan
sesuatu yang fatal dimuseum? Tidak, aku tidak boleh berpikiran aneh-aneh. “sarang”
“iya” “aku mencintaimu” apa katanya? Aku tuli sepertinya. Aku tidak merespon. Aku
mengalihkan pandanganku dari menatap wajahnya menjadi menghadap jalanan. Kemudian
dia menarik daguku, “aku mencintaimu” “aku harus menjawab apa?” “katakan apa
perasaanmu padaku?” suaranya, suara emasnya, membuat jantungku sepertinya akan
berhenti berdetak. Apa yang harus aku ucapkan? “aku…” “hmm?” “aku tidak tahu
harus mengatakan apa” “jujurlah Sarang, dengarkan kata hatimu” jika aku
cokelat, mungkin aku sudah meleleh seperti cokelat yang dipanaskan eomma untuk
membuat kue, tatapannya, suaranya, wajahnya. “aku mencintaimu, maukah kau
menjadi kekasihku?” tanyanya lagi, bernafaspun sepertinya sulit sekali untuk
aku lakukan sekarang. Akan ku jawab. “bagaimana bisa aku menolakmu?” jawabku
seadanya. Ekspresi wajahnya berubah lagi, dia semakin tampan jika raut wajahnya
seperti sekarang. Dia tidak menatapku, aku dan dia samasama hanya menatap
jalanan didepan kami. Kami terdiam, entah apa yang ada diotaknya sekarang. Yang
ada diotakku saat ini adalah apa yang akan terjadi selanjutnya. Kami sudah
menyatakan cinta satu sama lain, tapi mengapa sekarang kami terdiam. Oppa kembali
menatapku, aku masih belum berani menatapnya. Dia lagi-lagi menarik daguku
untuk memaksaku menatapnya. Aku beranikan diri menatap wajahnya yang semakin
hari semakin tampan saja. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, semakin dekat,
dan dia mengecup keningku. Hangat. “saranghae” ucapnya lembut. “nado saranghae”
sahutku pelan. “hahahhaha” tawa riang oppaku kembali. Dia kembali menyetir
mobilnya. Senyumnya tidak luntur sedikitpun. Aku miliknya, dia milikku.
END
No comments:
Post a Comment