Monday, 18 March 2013

FF - Mine

HAAAAAAALLLLLLLLOOOOOOOOOOO
here i am, is coming back with new ff. i am deeply say sorry if there are a lot of typo. im just normal human like other who make much mistakes. enjoy reading. please left a message or request for next new FF. gamsha ^^




Sarang pov

Namaku lee sarang, usiaku 22 tahun. Aku baru saja lulus s1 di universitas kyunghee jurusan seni. Mengapa aku memilih seni? Yang tidak spesifik? Aku mencintai seni. Apapun seni itu, seni tari, seni music  seni apapun, kecuali air seni, itu menjijikkan. Saking aku mencintai seni aku sampai bisa membaca warna suara orang. Sependengaranku, warna suaraku hijau, sulit di jelaskan. Warna suara appa hitam, aku yakin kau tahu maksud ku, warna suara eomma putih, dia lembut, dia sempurna. Omong-omong, aku sekarang sedang mencari pekerjaan, aku tertarik dengan museum di pusat kota. Aku sudah menaruh lamaran disana, pagi ini aku akan melakukan wawancara. “cepat sarapannya, jangan melamun atau kau akan terlambat” ucap eomma. “ne eomma, sebaiknya roti ini aku bawa saja, aku akan makan di bus” ucapku mengemasi roti selai kacang kesukaanku. “hati-hati dijalan, semoga sukses, fighting!” ucap appa menyemangati. Mereka selalu mendukung apapun yang aku lakukan selama itu positif. Aku anak satu-satunya, aku kesepian, padahal aku sudah minta untuk punya adik sewaktu aku disekolah dasar, tapi eomma tidak mau mengabulkannya. “aku berangkat ya” ucapku berpamitan. “tidak mau pakai mobil saja?” tanya appa. “tidak appa, aku naik bus saja. Sedang tidak ingin naik mobil” ucapku seraya keluar rumah. Rumahku tidak jauh dari  halte bus, aku menunggu sekitar 10menit. Wawancaranya jam 9, sekarang jam setengah 8, semoga saja tidak macet agar tidak terlambat. Aku gugup, sangat gugup. Untuk menghilangkannya, aku mendengarkan lagu instrument di i-pod ku sambil menyantap roti selai kacangku. Jalanan cukup lancar, aku sampai tepat waktu. Aku lalu menuju ruangan yang dimaksud email balasan dari museum. “pak, bisa antarkan aku keruangan ini?” tanyaku sambil menyodorkan secarik kertas. “boleh, silahkan, lewat sini” ucap seorang sekuriti, warna suaranya merah. Dia mengantarku menggunakan lift karyawan ke lantai 5. “silahkan, ini ruangan tuan Lee Hyukjae” ucapnya lalu meninggalkanku. Knock knock knock… “silahkan masuk” ucap seseorang didalam, warna suaranya emas. Lalu aku mulai memasuki ruangan itu. “ada yang bisa saya bantu? Sudah buat janji?” tanyanya lembut. “saya Lee Sarang, memenuhi perjanjian untuk wawancara pekerjaan disini” ucapku berusaha menutupi kegugupanku. “oh kau Sarang, aku sudah menantimu sedari pagi, silahkan duduk. Boleh aku lihat CV mu?” tanyanya lagi. “boleh tuan, silahkan” aku menjulurkan berkasku. Dia membacanya dengan seksama. Aku yakin tidak ada 1 katapun yang terlewat. “kemana saja kamu?” tanya dia lagi. “mwo? Maksud tuan? Kemana saja?” tanyaku kembali. “mengapa baru melamar kerjaan sekarang? Orang semacam kau yang kami cari selama ini” ucapnya sambil sedikit mencondongkan badannya. Wajahku memanas, aku yakin wajahku memerah seperti ramen pedas buatan eomma. “terima kasih atas pujiannya” ucapku menahan gugup. “kau S1?” tanya tuan hyukjae. “ne tuan, seperti yang sudah saya lampirkan” sahutku. “baik, saya tidak akan bertele-tele lagi. Kau diterima, selamat bergabung di museum ini” ucapnya lalu menjulurkan tangan untuk berjabat. “ah ghamsahamnida hyukjae-sii” ucapku bahagia. “panggil saja hyukjae” ucapnya ramah. “baiklah, apa yang bisa aku lakukan?” ucapku semangat. “wah, kau begitu bersemangat rupanya, kajja, aku antar berkeliling museum dan aku akan jelaskan apa yang akan kau lakukan nanti” ucapnya lalu membukakan pintu dan mempersilahkan aku keluar. Gentle. Banyak divisi dan seksi disini…. Aku menyukai tempat ini, sungguh, oh tidak, lebih tepatnya aku mencintai tempat ini.

Sarang pov end

Hyuk pov

Dia terlihat begitu bersemangat, terlihat dari ekspresi wajahnya yang begitu tertarik dengan seni. Aku tidak salah pilih. Aku terus membawanya berkeliling agar dia familiar dengan setiap sudut tempat ini. “ah iya, aku akan meminta tolong dengan donghae untuk menjadi senior mu untuk sementara sampai kau hafal dan familiar dengan tempat ini” ucapku pada sarang. “ah ne tuan, bisa pertemukan kami?” tanya dia antusias. Aku mengantarnya ke ruangan donghae, tapi hanya asistennya yang aku temukan. “kemana donghae, raekha-ssi?” tanyaku pada raekha, asisten donghae. “dia cuti hari ini sampai 2 minggu kedepan, aku pikir tuan sudah mengetahuinya” jawab raekha. “ah iya, aku lupa, ghamsa” ucapku. “lantas bagaimana?” tanya sarang. “aku yang akan membantumu. Mulai lusa kau boleh masuk kerja. Jam kerja disini jam 9 pagi sampai jam 5 sore, akan ku antar kau keruanganmu” ajak ku. “ruangan? Aku sudah mempunyai ruangan eh?”  tanya nya bingung. “ne? wae? Kau akan membutuhkannya” ucapku yakin. “baiklah, terima kasih banyak” ucapnya bahagia. “dengan senang hati” jawabku. Aku dan sarang berjalan dengan santai sambil menerangkan juga sudut-sudut museum ini. “ruangan mu ini, silahkan” ucapku mempersilahkan. “ruangan yang………menarik” ucapnya pelan nyaris tak terdengar. “kau boleh mendisain sedemikian rupa ruangan ini agar kau bisa nyaman” tambahku. “jinjja? Jeongmal gomawo Hyukjae-ssi” ucapnya lagi. “sudah aku bilang, hyukjae saja” tegasku. “ah ne ne, aku terlalu bahagia, kau orang baik, pantas saja orang-orang terlihat hormat. Sekali lagi, terima kasih.” Ucapnya sangat antusias. “aku pergi, permisi” ucapku meninggalkan anak itu.

Hyukjae pov end

Sarang pov

Puji Tuhan, aku bersyukur pada Tuhan, semua keinginanku dan rencanaku mulus untuk hari ini. Wawancara berlangsung singkat, dengan cepat aku mendapat pekerjaan, mempunyai atasan yang sangat baik, rekan kerja yang bersahabat, dan um, gaji yang sesuai. Ah, terima kasih Tuhan. Aku tersenyum sumringah, aku membenahi ruangan kerja ku yang baru ini. Knock knock knock… “ya silahkan” ucapku. “anda pegawai baru?” tanyanya lembut, warna suaranya hijau kebiruan. “ne, kau yang tadi?” jawabku ketika aku ingat dia raekha, asisten nya Donhae-ssi. “ne, Kim Raekha imnida, senang berkenalan denganmu” ucapnya lalu membungkukkan badan. “Lee Sarang imnida, senang juga berkenalan dengan anda” sahutku menyesuaikan. “aku harap kau betah kerja disini, karena kerja disini begitu menyenangkan, jika ada yang ingin ditanyakan, tanyakanlah padaku, kau ingat kan letak ruangan tadi? Jangan sungkan” ucapnya manis lalu meninggalkanku… “ne, gomawo” sahutku. Apa yang aku katakan tadi benar, orang disini terlampau baik. Setelah aku membereskan ruangan sedemikian dan senyaman mungkin, aku meninggalkannya. Aku berlalu pulang, aku terlalu bersemangat. Aku mengetik pesan ke sahabatku, aku ingin bertemu dengannya. “eungyo, bisa bertemu sebentar di mouse rabbit?” pesanku, tidak lama eungyo membalas. “arra, aku disana dalam 15 menit lagi” balasnya. Aku segera menaiki bus ke arah café mouse and rabbit untuk bertemu dengannya. Dia sampai lebih dulu, melambaikan tangan. “sudah lama?” tanyaku. “belum, baru beberapa menit yang lalu, pesanlah sesuatu dulu” ucapnya. Aku memesan hot capucino untuk menghangatkan dan menenangkan tubuhku. Aku maniak kopi, sangat. “bagaimana wawancaranya?” tanya eungyo. “itu yang ingin aku bahas, maka dari itu aku ingin menemuimu. Semua berjalan sangat lancar dan sangat baik. Tuhan menyayangiku” ucapku antusias. “jinjja? Syukurlah… ceritakan yang lengkap” ujarnya ingin tahu. “nama bosku Lee Hyukjae, dia juga yang akan menjadi mentorku beberapa waktu kedepan sampai aku mengerti sepenuhnya tentang museum itu. Aku juga sudah mempunyai ruangan kerja sendiri. Tadi itu bisa dibilang bukan wawancara, hanya mengobrol, karena dia langsung menerimaku. Gajinya cukup untukku, sesuai dengan keinginanku. Sudah punya teman juga, namanya Kim Raekha, dia itu asisten Lee Donghae yang seharusnya menjadi mentorku, berhubung dia cuti selama 2 minggu kedepan, ya jadi Tuan Hyukjae, eh maksudku Hyukjae yang menjadi mentorku” jelasku panjang. “wait, kau hanya memanggil bos mu dengan nama saja?” tanyanya bingung. “iya, dia yang memintanya, jadi aku menurutinya” jawabku. “type orang yang mudah akrab bagiku, jangan pernah lupa untuk berhati-hati sarang….orang baik banyak yang hanya diluarnya saja, dibelakang mereka bisa menusuk” ucap eungyo mengingatiku. “ah ne, eomma juga sering mengatakan itu padaku. Ghamsa eungyo.” Ucapku “ne, cheonma” balasnya. Obrolan kami terus berlanjut tentang museum itu dan juga tentang kehidupan eungyo, sampai tiba saatnya aku harus pulang untuk menyikapkan kebutuhan kerjaku lusa. “aku pulang....” ucapku menutup pintu. “bagaimana wawancaranya?” tanya eomma dan appa. “berjalan dengan baik, lancar, atas doa kalian. Aku mulai kerja lusa pagi” ucapku bahagia. “ah selamat, permulaan yang baik. Ayo kita rayakan dengan makan malam bersama” ucap appa inisiatif. “kajja, eomma juga baru selesai masak” ajak eomma ke meja makan. Selama makan malam, aku menceritakan tentang kejadian wawancara tadi, aku tidak menganggap itu wawancara. Aku menganggap itu sebuah obrolan, karena tidak menunjukkan wawancara untuk pekerjaan. Warna suara appa sedikit berubah kearah putih begitu menyahuti ceritaku, terlihat bahagia. Suara eomma semakin putih, semakin bersih, aku mencintai kedua orangtuaku Tuhan. ‘saranghae….neomu saranghae…’ suara ponselku. “yeoboseo…” ucapku “yeoboseo, bagaimana wawancaranya?” tanya junsu oppa diujung telepon. Dia kakak sepupuku, sudah seperti kakak kandungku, dia tidak mempunyai adik atau kakak, sama seperti aku. “berjalan dengan baik oppa, bagaimana kabarmu?” tanyaku, “aku sangat baik, sedikit merindukanmu, badai salju disini” ucapnya. “lah oppa dimana?” tanyaku lagi. “Paris, ada kunjungan rutin di Musee de Louvre” jawabnya. Junsu oppa tidak beda jauh dariku, dia pecinta seni, aku memilih seni sebagian dari hidupku karena nya. Dia memperkenalkan aku dengan dunia seni ini. “ah, ajak aku tidak bisa lain kali?” tanyaku ingin. “suatu saat nanti kau bisa seperti ini, mungkin lebih sukses dari aku, aku matikan dulu teleponnya, kita sambung nanti. Annyeong” tutututututu “annyeong..” putus…

Keesokan harinya

Hari ini… apa yang harus aku lakukan? Besok hari pertamaku.. Tuhan, mengapa aku semakin gugup? Persiapan sudah 80%, tinggal pelaksanaannya… Tuhan, semoga kedepan juga selancar kemarin aku wawancara. Aku putuskan untuk mengunjungi museum itu sebagai tamu, agar aku mengerti dan tidak terlihat bodoh besok. “mau kemana?” tanya eomma. “ke museum, jadi pengunjung, agar besok tidak memalukan diriku sendiri, anyeong eomma” pamitku seraya mengecup pipi eomma. “ne, hati hati. Saranghae” ucap eomma. Kali ini aku menggunakan mobil, karena jalanan tidak ramai. Aku membayar tiket masuk, aku kelilingi museum ini, secara perlahan, menggunakan masker, malu jika ada pegawai yang kemarin aku temui menemukanku disini. Pandanganku terpacu pada sebuah lukisan abstrak didepanku. Meski abstrak, aku menemukan banyak arti dari lukisan ini. “ternyata kau tidak sabaran ya” ucap seorang namja, aku menoleh, bagus, bos ku, Hyukjae. “kau bersemangat rupanya, lepaskan maskermu, disini dilarang, tidak ada yang memberitahukanmu sebelumnya?” sambungnya lagi. “mianhae hyukjae-ssi, aku hanya ingin berkunjung. Tidak, tidak ada yang memberitahuku” ucapku seraya melepas masker. “Bagaimana menurutmu tentang lukisan ini? Matamu menunjukkan kekaguman luar biasa” tanya hyukjae padaku, suaranya semakin seperti emas mentah yang siap diolah dan dijual mahal ditoko. “sebenarnya aku tidak begitu memahami betul tentang lukisan, tetapi lukisan ini menunjukkan sebuah arti……..” ucapku terputus “arti..kebebasan” sambungku. “bagaimana bisa  kau tidak memahami betul, tapi kau tahu persis maksud lukisan ini, lihat, ujung nya, ‘freedom’..kau cerdas” pujinya. “terima kasih, hanya kebetulan” ucapku. “tidak, ini bukan sebuah kebetulan. Seni mengalir deras dan mendarah daging didirimu. Bagaimana bisa?” tanya dia bingung. Aku ceritakan siapa Junsu oppa padanya, semua tentang dia dan siapa dia dimataku. “oh, dia. Aku kenal” ucapnya santai. “pecinta seni pasti saling mengenal satu sama lain” sambungku. “ada hal lain, lambat laun kau akan tahu” tambahnya. Mwo? Dia bilang apa? Ah aku tidak perduli. Aku berpamitan pulang dengan dia setelah hampir sehari penuh di museum. Sungguh aku tidak mengingat waktu jika eomma tidak meneleponku. “sampai bertemu besok, aku harap kau tidak terlambat” ucapnya berpamitan dan meninggalkanku. Aku kembali ke rumah, mandi, makan malam dan bergegas tidur lebih awal, aku tidak mau kesiangan dan merusak hari pertamaku. “aku berangkat, rotinya aku makan dikantor ya eomma. Annyeong…saranghae”pamitku kepada eomma. Sesampainya dimuseum, aku mengerjap dimana ruanganku yang diantar oleh hyukjae kemarin. Pintu tinggi berwarna cokelat kayu basah…dimana dia? Ah ini! Aku masuk. Ruanganku, ruang inspirasiku. Aku mengemasi dan berjalan keruangan hyukjae. “annyeong, selamat pagi” ucapku hangat “annyeong, tepat sekali, kajja kita mulai” ucapnya, suaranya berubah, emas pucat, mengapa? Tanyaku dalam hati. “pengunjung hari ini tidak begitu banyak sepertinya, karena ini hari rabu, pengunjung banyak di hari jumat, sabtu dan minggu” jelasnya terperinci, suaranya kembali, emas murni. Aku jatuh cinta pada warna suaranya. “tidak banyak yang harus kamu lakukan, hanya berkeliling, mengamati pengunjung, memberikan info kepada mereka tentang apa yang mereka tidak tahu, dan kau harus mengetahuinya. Dua minggu sekali kita mengadakan meeting untuk pembaruan atau apapun tentang museum ini, meetingnya hanya bagian kepala dari divisi disini saja. Kebetulan, kau assistenku, sama seperti Raekha. Jadi, jika ada meeting, kau wajib ikut untuk menemaniku. Meeting terakhir 4 hari yang lalu ketika Donghae belum cuti, baru akan ada meeting lagi setelah dia kembali dari meetingnya” jelasnya panjang, aku berusaha mengingat, konsentrasiku sedikit buyar karena ketertarikanku pada warna suaranya yang sangat memikat. “aku paham. Bisa kita mulai? Maaf, aku sangat antusias” ucapku. “bagus, aku memang membutuhkan orang sepertimu. Kamu tunggu disini, amati caraku bekerja” ucapnya lalu meninggalkanku dan menghampiri seorang wanita tua dan cucu atau mungkin anaknya yang sedang melihat lukisan seorang lelaki dengan topi tentara tetapi sedang menggenggam tangan anak lelakinya. Caranya berbicara, bahasa tubuhnya, cara dia berdiri, cara dia menerangkan. Tidak sepersedetik aku tidak mengamati, semua aku amati, semua aku ingat betul. Ini seni, ini bagian hidupku, tidak boleh aku meleset sedetikpun. Wanita tua itupun memuji hyukjae, warna suaranya hitam, menyedihkan, suara anak lelakinya biru cerah, ketertarikan pada seni yang baru muncul. Tidak lama wanita tua dan anak kecil itu meninggalkan hyukjae dan hyukjae beralih kepadaku. “kau?” tanyanya “ya? Aku paham, hanya saja biarkan aku mengamatimu dulu beberapa hari kedepan, lalu aku akan mencobanya sendiri, tetap dalam jangkauan mu Hyukjae-ssi” negoku. “baik, asal kau bisa memahami, jangan panggil aku hyukja-ssi, hanyak hyukjae atau eunhyuk. Paham?” tawarannya, aku hanya mengangguk. Aku terus mengamatinya ke setiap apa yang dia lakukan. Raekha menghampiri. “sempurna bukan?” tanya dia. “nugu?” tanyaku lagi. “hyukjae, betul?”tanya dia lagi. “ne, seni memang takdir dalam dirinya” ucapku menegaskan. “kau beruntung, sampai jumpa lagi” ucap raekha lalu menghilang entah kemana, karena aku terus memperhatikan hyukjae. Hari demi hari… setiap jenis seni ada di museum ini… seni tari, seni rupa, seni lukis, seni ukir… sampai aku hampir lupa, aku mencintai dunia ini. Hari ini aku berjanji pada hyukjae untuk memberanikan diri melakukan apa yang harusnya aku lakukan. “silahkan, aku mengamatimu” ucapnya lalu sedikit menjauh. Aku menghampiri seorang wanita paruh baya bersama anak perempuannya yang manis. “annyeong, sarang imnida” ucapku membungkuk. “annyeong, ji eun imnida, kenalkan dirimu sayang” ucap sang wanita, warna suaranya perak mentah aku memperkirakan usinya sekitar awal 40-an. “annyeong eonni, hyunji imnida” ucap sang anak perempuan, usianya sekitar 7 tahun, warna suaranya kuning cerah. Dia menenteng tas biola sepertinya. “bisa aku bantu ahjumma?”tanyaku inisiatif. “aku ingin menanyakan, adakah les biola di sini? Hyunji tertarik sejak usianya 5” ucap ji eun ahjumma. “ada, silahkan sebelah sini” aku mengantarkannya. “annyeong kwon ahjussi, kenalkan, hyunji dan eommanya ji eun. Ingin les biola katanya” ucapku pada kwon ahjussi, kepala divisi seni musik. “annyeong, kau bisa meninggalkan kami sarang” ucap kwon ahjussi, suaranya berwarna merah padam. Aku meninggalkan mereka, hyunji terlihat bersemangat. “selamat belajar, gadis kecil yang cerdas” ucapku pada hyunji, lalu meninggalkan mereka dan berlalu ke hyukjae. “brilliant” ucap hyukjae. “jinjja?”tanyaku tidak percaya. “bisa kah kau aku lepas mulai besok? Kau sudah lancar. Aku mempercayaimu” ujar hyukjae yang lagi-lagi membuat darahku mengalir deras ke wajahku. “tidak apa-apa? Kau yakin?” tanyaku. “jangan membuat aku jadi meragukanmu Sarang” sahut hyukjae. “baiklah, ghamsa. Aku akan melakukan yang terbaik” ucapku. Sungguh, aku mencintai tempat ini. Tempat ini surga dunia untuk aku. Tempat dimana aku berada seharusnya sedari dulu. Hari terus berlalu, sudah 2 minggu aku disini. Pujian terus terlontar dari Hyukjae, hampir membuatku tinggi hati. Raekha melakukan hal yang sama. “jangan sampai donghae menemukanmu, atau dia dan hyukjae akan merebutkanmu” ucap raekha saat makan siang bersama. “jangan sampai” sahutku singkat, aku sedikit takut. “oh iya besok siang akan ada meeting” ucap raekha. “donghae sudah kembali?” tanyaku. “pagi tadi dia kekantor, hanya untuk bilang itu, jadi besok meeting, mau bareng denganku? Atau bersama hyukjae?” tanya Raekha sambil menyantap sushi nya. “bersama hyukjae saja, aku gugup. Dia mampu membuat perasaanku tenang. Aura pemimpinnya” ucapku tak sadar. “hahahah, hati-hati ya, dia Casanova” ucap raekha mengingatkan. Setelah makan siang, aku keruanganku. Lalu keruangan hyukjae untuk menanyakan apakah besok itu benar. “ya, kamu persiapkan resume persentase museum dua minggu terakhir untuk dibandingkan dengan resume meeting terakhir. Aku mempercayaimu” ucap hyukjae, aku menggangguk, mengerti. Aku kembali keruanganku, menghubungi setiap divisi di museum ini dan mengumpulkan hasil riset mereka lalu aku gabungkan dan aku buat persentasenya. “memuaskan” ucapku setelah semuanya selesai. Tapi apa hasil ini memuaskan juga dimata orang lain? Seandainya aku memegang resume meeting terakhir. “sudah selesai?” tanya hyukjae yang tiba-tiba sudah duduk didepanku. “sudah, anda mau memeriksanya? Siapa tahu ada kesalahan.” Ucapku lalu menjulurkan berkas itu. “bagus, format sesuai. Besok meeting nya jam 10 pagi sampai jam makan siang, jangan terlambat. Aku pulang dulu. Annyeong.” Ucap hyukjae lalu meninggalkan ruangan ini.

Keesokan harinya….

“kau siap?” tanya hyukjae. “siap tidak siap, aku harus siap” ucapku tegas. “bagus, kajja” ajak hyukjae ke sebuah ruangan di lantai4. Lantai ini tidak untuk umum, karena pusat kendali museum ini. Ada sandi di elevator jika ingin ke ruangan ini. Kode yang unik, bagaimana bisa? Tanggal ulangtahunku. Menarik! “disini, duduk, kau disebelahku. Jangan berucap sebelum ada yang memerintah” bisik hyukjae. Aku mengangguk. Seorang namja bisa dibilang, memesona duduk disebelah Raekha, itukah Donghae? Mungkin. Ada Kwon Ahjussi selaku divisi seni music, hyukjae dan donghae selaku kepala divisi general, jongwoon ahjussi selaku kepala divisi seni rupa, hagyeong eonni selaku kepala divisi seni tari dan beberapa orang yang aku belum familiar. Sooman-ssi, selaku um, GM mungkin, atau mungkin owner museum ini duduk ditengah, ditempat kramat kalau aku bilang. “boleh aku liat resume meeting terakhir?” tanya sooman ahjussi tak lama resume diberikan Raekha, oh dia yang memegangnya, aku panic. “dan resume 2minggu belakang?” tanya sooman-ssi lagi. Aku semakin gugup, darah ku berdesir cepat. Wajahnya serius, alisnya naik 1 begitu aku yang memberikan resume nya. “siapa dia?” tanya Sooman-ssi. “pegawai baru, asistenku, pengganti hyelim” sahut hyukjae, lalu aku duduk lagi disebelah dia. “hhmm, memuaskan” ucap sooman begitu kepalanya berhenti menoleh kekanan-kiri membandingan dua berkas kramat itu. “siapa yang membuat ini?” dia menanyakan berkasku. “saya Tuan” jawabku berusaha menutupi kegugupanku, warna suara sooman itu merah api, mengerikan. “menarik, sudah berapa lama kau bekerja disini?” tanya nya lagi, jalan 3 minggu Tuan” jawabku. “sangat menarik. Kau……cerdas, pandai. Kau menemukan gadis ini dimana hyukjae?” tanya sooman. “tidak sengaja” ucap  hyukjae lalu tawa keluar di tengah-tengah meeting. Satu mata, menatapku seakan aku makanan. Donghae. Dia menatapku seperti mangsa buruannya. Ada apa dengan dia? Ada yang salah? Ah, perduli setan. Meeting terus berlanjut, terlalu banyak pujian yang aku terima, membuatku mudah tinggi hati. Tidak, tidak boleh terjadi. Aku tidak boleh cepat puas. Meeting selesai, semua kembali ke tempatnya. Aku membenahi hasil meeting untuk dibandingkan dengan meeting selanjutnya. Tersisa aku dan Donghae. Matanya selalu menatap bengis. Ada apa sih? Untung saja aku tidak jadi anak buahnya. “ah, shiny new toy…” ucapnya. Suaranya, warna oranye pudar. “maksud anda tuan?” tanyaku akhirnya memecah. “jadi kau bernama Lee Sarang?” tanya dia. “ne, Lee Sarang imnida. Mianhae, aku harus kembali keruanganku. Permisi” ucapku meninggalkan donghae. Manusia aneh. Darah mengalir panas ke wajahku. Aku mulai panic dan, sedikit takut. “kau baik-baik saja?” tanya hyukjae tiba-tiba. “i..iya, semuanya baik-baiksaja” jawabku sedikit gugup. “donghae? Jangan kau hiraukan dia, dia kalau menatap memang seperti itu. Santai saja, jika kamu masih merasa risih, beri tahu aku” ucapnya lembut. “ada yang salah denganku?” akhirnya aku bertanya. “dia itu type mudah tertarik dengan sebuah tantangan, jangan kau hiraukan dia. Dia tertarik padamu, bukan dalam arti cinta, dia ingin merebutmu dari aku” jawab hyukjae. “apa maksud nya? Aneh” tanyaku lagi. “makan malam lah denganku, akan ku beritahu” tawar hyukjae. “kapan?” tanyaku lagi. “malam ini” jawab hyukjae kembali keruangannya. Baiklah, toh dengan hyukjae, bukan dengan manusia bengis itu. Aku kembali ke pekerjaanku, hari ini aku tidak keliling, membenahi hasil meeting tadi, kemudian aku makan siang dengan Song Habyung, rekanku dari divisi seni rupa. Dia orang yang ramah, well, sedikit yadong. Sudah punya tunangan, bernama Kim Ryeowook dan akan segera menikah di akhir tahun ini. Baru mengenalnya, aku sudah mendapat undangan pernikahannya. Karyawan disini sangat terbuka dan baik kepadaku. Kecuali, si wajah bengis dengan tatapan sayu tapi mematikan itu. “kau melamun hei” tanya habyung “ah tidak, hanya sedikit bingung. Kau tadi ikut meeting bukan? Kok bisa Raekha bertahan dengan bos bernama donghae” tanyaku. Tiba-tiba Raekha sudah bergabung. “membicarakanku?” tanyanya. “ne, bagaimana bisa kau menjadi asisten donghae dengan tatapan yang seperti itu?” tanyaku. “dia tidak biasanya seperti itu, kecuali dia tertarik pada 1 hal dan dia akan berjuang mati-matian untuk mendapatkannya. Sepertinya setelah cuti ada yang belum dia dapatkan dari cutinya” jawab Raekha panjang. ‘jawaban sama persis dengan jawaban hyukjae’ aku membatin. Lalu aku hanya mengangguk dan melanjutkan makanku. Tidak lama aku kembali keliling museum sebentar untuk mengamati pengunjung. Lalu aku kembali ke ruanganku. Waktunya pulang, aku bergegas. “kajja” ajak hyukjae. “ya, sebentar” sahutku. Aku mengambil tas lalu menutup ruanganku. Aku mencari dimana lelaki itu. Dia melambaikan tangan. Mobil Ferrari merah, warna favorit ku, kebalikan warna suaranya yang emas. Dia membukakan pintu, manis. “mau makan kemana kita?” tanyaku. “ketempat pilihanmu saja. Kalau bisa yang tidak terlalu banyak orang” jawab hyuk. “ne, yadong resto, selatan seoul” usulku. Dia hanya mengangguk. Tiba di restoran, dia membukakanku pintu, manis. “tempat yang bagus, seleramu lumayan” puji hyuk. Kami duduk sedikit di pojok, karena menurutku obrolan ini serius. Setelah memesan dan makan, hyukjae mulai cerita siapa donghae. Jujur, aku takut, sangat takut. “lalu, mengapa awalnya kau menyuruhku menjadi anak buahnya? Aku pasti akan keluar dari museum jika aku tahu dia seperti itu” ucapku sedikit meringis. “ya, aku meminta maaf, tapi baguskan sekarang kau menjadi anak buahku, bukan anak buahnya. Um, lebih baik jadi teman saja, jangan anak buah” tawarnya. “aku terima tawaranmu” sahutku. “kau betah?” tanya hyuk. “sangat, sungguh nyaman. Sepertinya aku telah menemukan hidupku di museum itu” jawabku. “hanya saja kau belum pernah bertemu masalah” sahut hyukjae. “ya jangan sampai ada masalah dong” sahutku lagi. “rumahmu dimana Sarang?” tanya hyuk. “tidak jauh, hanya beberapa ratus meter dari sini” jawabku. “aku akan mengantarmu” katanya. “tidak usah, aku akan naik bus saja” ucapku menolak. “kau tidak takut donghae menguntit kita dan menculikmu?” ujar hyukjae sedikit mencondongkan tubuhnya. “ah ara ara, kau antar aku pulang” ucapku sadar.

Sarang pov end

Donghae pov

“oh jadi ini yang namanya lee sarang, gesit juga gerak si hyukjae, aku tidak mungkin merebutnya” gerutuku dalam hati. Mengapa aku harus cuti waktu itu? Harusnya dia menjadi anak buahku, dan nama baikku bisa pulih dan aku bisa membalaskan dendam ke junsu sialan itu! Aku mendengus kesal jika ingat nama itu. “hyuk” aku mengirim pesan singkat ke hyukjae. “apa? Kau mau bertanya tentang Sarang?” dia membalas beberapa menit kemudian. “tepat. Kau menyukainya?” tanyaku lagi. “iya, dia milikku. Jangan pernah merebutnya hanya karena kau ingin membalaskan dendammu kepada Junsu” jawabnya. Tebakannya sangat tepat. Aku tidak membalas lagi. Ddrrtt drrttt… ponsel ku bergetar.. ah hyukjae. “yeoboseo” mulaku. “mengapa tidak jawab pesan singkat ku?” tanya hyukjae. “malas” ucapku singkat. “ah jebal donghae, kita sudah bersahabat belasan tahun, jangan ada yang kau sembunyikan. Jangan sangkut pautkan Sarang dengan masalahmu dan Junsu. Aku mohon. Junsu adalah kakak sepupu Sarang. Sarang tidak tahu menahu soal masalahmu dengan Junsu. Aku mohon jangan libatkan Sarang dengan dendammu itu Hae” mohon hyukjae. “sejak kapan kau perduli dengan wanita? Kau benar-benar jatuh cinta dengannya?” tanyaku ke hyukjae. “iya, kau benar, makanya, aku mohon dengan sangat kepadamu, agar tidak melibatkan Sarang dengan masalahmu” jawab hyukjae. “hanya karena kau sahabatku dari kecil, aku tidak akan melakukan ini. Tapi aku meminta imbalan, bantu aku menghancurkan Junsu” ucap donghae.

Donghae Pov End

Hyukjae Pov


“mwo? Jinjayo?” ucapku kaget. Bagaimana bisa aku membantu Donghae menghancurkan Junsu sedangkan Junsu adalah kakak sepupu Sarang. Bagaimana bisa? “ne, gwenchanayo?” tanya Donghae lagi. “ani, biarkan aku memikirkan ini dulu” ucapku. “jangan terlalu lama, atau aku akan menggunakan Sarang sebagai senjataku” ancam donghae. “beri aku waktu, akan aku pikirkan baik-baik” ucapku lalu aku memutuskan telepon. Aku memutar otak sedemikian rupa. Bagaimana caranya ini? Bagaimana aku bisa melindungi Sarang kalau begini caranya? Tidak, ini tidak boleh terjadi. Kalian bertanya mengapa aku membela Sarang sebegitunya? Itu karena…
Flashback
Aku berlibur dengan Donghae dan 1 karib ku Siwon. Ke salah satu pedesaan kuno daerah Busan  pedalaman. Kami menginap di salah satu penginapan, sebenarnya itu tempat tinggal warga yang disewakan untuk kami, para wisatawan. Ketika malam hari, aku duduk di teras rumah dengan secangkir kopi hitam panas buatan eunhye ahjumma. Donghae dan Siwon sudah tidur karena kelelehan. Aku, eunhye ahjumma dan sungwook ahjussi berbincang-bincang di teras halaman rumah mereka. Mereka menceritakan masa muda mereka. Cinta sejati. “nak, kamu sudah punya calon?” tanya eunhye ahjumma. “ani, belum ada ahjumma, bisa bantu aku mencarikan? Hahha” sahutku sambil bercanda. “ara ara, aku bantu” sahut sungwook ahjussi. “mwo? Jinjayo ahjussi?” tanyaku yang keheranan, karena maksudku hanya bergurau. Sungwook ahjussi masuk kerumah dengan hanya anggukan tanda jawab ‘iya’ akan pertanyaanku. Dia kembali dengan membawa setumpukan buku tua dengan tulisan yang sudah hamper hilang dengan tulisan ejaan korea tua. Sungwook ahjussi membaca raut dan bentuk wajahku sambil bertanya tanggal ulang tahunku. “dia tidak jauh, dia saudara dari musuh sahabatmu. Akan datang tidak lama lagi” ucap sungwook ahjussi lalu menutup buku kuno itu. Aku terperangah oleh apa yang diperbuat orang tua yang sedang duduk bersamaku. Aku diam seribu bahasa karena aku sama sekali tidak mengerti maksudnya. “saya mengantuk, saya duluan ya” ucap sungwook ahjussi, aku tidak menghiraukannya.
Flashback end
Sampai tiba saatnya aku mewawancara Sarang waktu itu. Aku selalu mencari-cari info riwayat hidup dan silsilah keluarga setiap orang yang melamar di museum. Kemudian datang Sarang dengan CV nya. Aku cari tahu siapa dia setelah aku menerimanya. Terkejut, dia adalah saudara sepupu dengan Lee Junsu. Aku menamparkan diriku sendiri, memaksakan harus menyadari siapa Sarang. Dia kah yang dimaksud sungwook ahjussi waktu itu? Junsu adalah musuh besar Donghae sedari masih SMA, karena Junsu selalu mendapatkan apa yang Donghae inginkan, dari gadis-gadis, pujian dari guru, sampai menjadi juara dari berbagai perlombaan. Entah karena memang seperti itu takdir Tuhan, atau memang Donghae yang sial, Donghae sangat membenci Junsu dan dia pernah bersumpah akan menjatuhkan Junsu suatu saat nanti. sampai dia mendapat laporan dari Raekha tentang Sarang sebagai pegawai baru. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana caranya membantu donghae menghancurkan Junsu tanpa melukai hati Sarang? Ah jinjayo t____t.
Keesokan paginya
Aku beranjak dari tempat tidur dengan tergopoh. “sakit sekali kepala ini” gumamku sambil memegangi kepalaku. “hyukjae-ya! Cepat bangun dan berangkat kerja, sudah jam berapa ini?” ucap eomma. “eomma-ya jangan berteriak seperti itu! Kepalaku sakit sekali” ucapku meringis. Lalu terdengar suara pijakan kaki yang sedikit terburu-buru kekamarku. “omona, wajahmu pucat. Kau sakit hyuk? Ah istirahat lah, tidak usah bekerja, sebentar, eomma buatkan bubur labu” ucap eomma lalu meninggalkan kamarku. Naega tteotda hamyeon da wechyeo, oppa, oppa… ponselku, dimana? Aku meraba meja kecil disebelah tempat tidurku. “sarang? Haish” gumamku lagi. “yeoboseo” ucapku serak “yeoboseo, hyuk, dimana kau? Mengapa suaramu seperti itu? Kau baik-baik saja?” tanyanya heran. “aku sakit sarang, hari ini tidak bisa masuk, semoga besok aku bisa pulih dan bekerja seperti biasa” sahutku pelan. “arraseo arraseo, istirahat yang banyak hyuk…annyeong” ucapnya lalu sambungannya berakhir.

Hyukjae pov end

Sarang Pov

Haish… hyukjae sakit? Dan aku sendiri tanpa dia? Aaaa tidak tidak, aku mulai berhalusinasi. Donghae? Mata tajamnya? Aku sendiri? Hyukjae sakit? Tidak tidak, jangan berpikir-pikir yang aneh-aneh Sarang, semuanya akan baik-baik saja. Sepertinya aku takut untuk keluar ruanganku, ah jinjayo…. Kring kring kring “yeoboseo, sarang” ucapku mengangkat gagang telepon. “yeoboseo” sahutnya. Mataku melotot begitu mendengar dan menyadari suara siapa di ujung telepon ini. “sarang, kau baik-baik saja?” tanya pemilik suara oranye pudar ini. “n..ne, g..gwaencana. ada yang bisa kubantu donghae-ssi?” tanyaku. “panggil aku donghae seperti kau memanggil hyukjae. Mengapa hanya diruangan? Mengapa tidak berkeliling selayaknya pekerjaanmu?”tanya donghae menginterogasiku. “s..sebentar lagi, aku sedang mengurus sedikit pekerjaan hyukjae” ucapku masih tegang. “pekerjaan hyukjae? Memang dia kemana? Tidak masuk?” lagilagi donghae terus menginterogasi. “iya, dia sakit, tadi pagi aku menghubunginya, ada keperluan lain? Aku sedikit sibuk dongahe-ssi”ucapku segera ingin menutup telepon ini. “arra arra..annyeong” tutututut akhirnyaaaaaa. Aku lekas keruangan hyukjae dan membereskan pekerjaan dia yang dateline nya hari ini. Lalu aku berkeliling museum sebagaimana mestinya. Aku sedikit berhati-hati, takut tiba-tiba donghae muncul dengan mata tajamnya itu. “annyeong sarang eonnie!!!!” teriak suara gadis kecil ketika aku sedang berjalan. “annyeong hyunji, apa kabar?” tanyaku menyadari siapa gadis kecil ini. “aku baik-baik saja, senang sekali bisa les biola disini hehehe” ucapnya girang. “ah syukurlah” ucapku mengusap-usap kepala hyunji. “eonni, kemana kekasihmu?’” hyunji bertanya. “kekasih? Aku tidak punya…” sahutku. “kau berbohong, lelaki yang ada di pojokan waktu pertama kali kita bertemu itu, hyukjae oppa namanya, kemana dia?” hyunji bertanya seperti itu, membuat jantung ku berdetak dua kali lebih cepat. “aish…kau salah, dia bos ku… sudah sana les, nanti kalau kau terlambat, kwon ahjussi bisa marah” ucapku mengalihkan pembicaraan. “ahaha baiklah, sampai jumpa sarang eonni” ucap hyunji sambil berlari kearah kelas les biolanya. Aku jadi terpikir keadaan hyukjae, apa dia baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba dia sakit sedangkan kemarin kami baru saja menonton film baru dibioskop. Waktu sudah menunjukan jam pulang, aku bergegas keruangan hyukjae dan mencari kartu nama pribadi nya, barang kali ada alamat rumahnya. “yak dapat! Haish, rumanya tidak jauh dari rumahku ternyata, baiklah aku akan menjenguknya” ucapku dalam hati. Aku merapihkan ruangan hyukjae dan juga ruanganku, lalu bergegas keparkiran mobil untuk menjenguk hyukjae. “bawakan dia apa ya? Aduh dia sakit apa sih? Hem, buah saja lah” gumamku dalam hati saat menyetir. Aku berhenti disalah satu toko buah dan membeli beberapa jenis buah. Setelah itu aku mengerjap dimana rumah hyukjae, sampai aku tiba disalah satu rumah yang cukup mewah berlantai dua. Aku keluar lalu memencet bel. Seorang sekuriti keluar. “ada yang bisa saya bantu nona?” tanyanya sopan. “benarkah ini rumah Lee Hyukjae?” tanyaku. “benar, ada keperluan?” tanya seokjoo-ssi “ne, saya Lee Sarang, rekan kerja Hyukjae, datang untuk menjenguk dia karena hari ini dia tidak masuk kerja. “ah arraseo nona Sarang, silahkan masuk.” Ucapnya lalu membukakan pagar besi yang besar itu, lalu aku memarkikan mobilku. Aku mengetuk pintu masuk utama, seorang wanita paruh baya yang anggun membukakan pintu. “a..anyeong, sarang imnida, rekan kerja hyuk, datang untuk menjenguk” ucapku gugup seraya membungkukan badan. “annyeong sarang, silahkan masuk” sahutnya sopan, warna suaranya biru tua. “dimana hyukjae ahjumma?”tanyaku memulai pembicaraan. “dikamarnya, kajja, aku antarkan” ajak eomma hyuk. “m…mwo? Diperbolehkan?”tanyaku bingung. “ne, waeyo? Kau kan hanya menjenguk? Sebaiknya bantu aku menyuapinya makan, dia belum makan malam dan tidak mau minum obat, aku harap kau mau membantuku Sarang” ucap eomma hyukjae sambil terus berjalan kearah sebuah pintu cokelat kayu basah, sama seperti pintu ruanganku dikantor. Knock knock knock…ketuk eomma hyuk. “ya, masuk saja” ucap pemilik suara emas itu dari balik pintu. “hyukjae-ya, ada yang datang menjenguk” ucap eomma hyuk membuka pintu, aku masih dibelakangnya. “mwo? Jinjayo? Nugu?”tanya hyuk. “silahkan masuk, jangan lupa, bantu aku agar dia mau makan, arraseo?” ucap eomma hyuk lalu meninggalkanku, aku hanya mengangguk mengerti. “a..annyeong hyuk” ucapku sedikit gugup.

Sarang pov end

Hyukjae pov


“a…annyeong, kau? Sarang? Disini? Dari mana kau tahu alamatku?” ucapku terkejut ketika aku tahu siapa yang eomma maksud menjengukku. “kartu namamu, omong-omong, kau sakit apa? Mengapa membiarkanku di museum sendiri?” tanya sarang yang bibirnya di manyunkan seraya meletakkan kantung plastic dimeja sebelah tempat tidurku. “kan aku sudah katakan, aku sakit” ucapku lesu. “ah arra arra, sekarang sudah membaik? Padahal kemarin kan kita baru saja nonton film bersama..haish, ini makan malammu?” tanya sarang melihat semangkuk bubur yang masih hangat di meja. “ne, wae?” tanyaku lagi. “wae? Kau bertanya mengapa? Jja, habiskan, aku suapi, kalau kau sakit terus, lalu kau terus-terusan tidak masuk, aku yang sengsara nanti, aku akan terus-terusan berhalusinasi yang aneh tentang donghae, jja, buka mulutmu” ucap sarang cerewet. “ani, aku tidak lapar” aku menolak. “ah jebal hyuk, supaya cepat sembuh, jebal” sarang memohon. “ah baiklah” ucapku lalu membuka mulut. Sarang menyuapiku dengan lembut, wanita ini, wanita pertama yang membuatku jatuh cinta sampai sepertinya aku rela melakukan apapun demi menjaganya. Mengapa kau baru muncul sekarang Sarang, mengapa? “nah, habis juga, sekarang minum obatmu. Haish, banyak sekali, kau ini cuma sakit kepala, tapi obatmu sebanyak ini, ckckck” ucapnya heran sambil menyiapkan obat-obatan. “ini, minum, supaya besok kau bisa masuk kerja” ucap Sarang sambil memberikanku obat. Sepertinya hanya dengan dia disini, disebelahku, aku sudah merasa sehat. “oh iya, hari jumat akan ada meeting, masihkah harus aku yang membuat resumenya?” tanya Sarang seraya meletakkan gelas dipinggir meja. “sepertinya iya, sampai ada yang menguhubungi mu” ucapku singkat. “akhirnya kau mau makan juga hyuk” ucap eomma tiba-tiba sudah ada dikamarku. “sarang, terima kasih  banyak, sepertinya kau harus datang setiap kali hyukjae sakit” ucap eomma membawa mangkuk dan gelas kotor dari kamar. Darahku berdesir deras, aku dan Sarang hanya bertukar pandang hinggal eomma meninggalkan kami. “mau aku kupasi buah Hyuk?” tanya Sarang lembut. “aku mau jeruknya” sahutku. “arra, sebentar” kata Sarang lalu mengambil sebuah jeruk dan masuk kekamar mandi untuk mencucinya di wastafel. “aku merasa jauh lebih baik, gamsha Sarang” ucap ku seraya gadisku ini mengupasi jeruk bawaannya. “ah cheonma Hyuk, baiklah, hari sudah semakin larut, aku pulang dulu, sampai bertemu besok dimuseum ya. Annyeong, ah, jaljayo hyuk” ucap Sarang meninggalkanku. Tidak lama aku mendengar suara mesin mobilnya meninggalkan rumahku. Kemudian eomma sudah duduk saja disebelahku. “siapa wanita itu hyuk? Kau mempunyai pandangan lain kepadanya” tanya eomma serius. “calon menantumu eomma, ah jebal, aku mau tidur, jaljayo” ucapku lalu memunggungi eomma, aku yakin dia sedang memutar otaknya untuk memahami maksud kata-kataku.
Keesokan harinya
Aaaaahhh aku merasa badanku semakin membaik, lalu aku bergegas mandi dan sarapan bersama eomma dan appa. “obatnya jangan lupa” ucap appa. “arraseo, aku berangkat ya, daaahh” ucapku terburu-buru. Sesampainya dimuseum, ternyata aku kepagian. “sudah sembuh huh?” tegur Donghae. Glek, aku berusaha menelan ludah dengan susahnya. “n..ne, wae?” jawabku seadanya. “sudah kau putuskan?” tanya Donghae. “b..belum…ah jebal Hae, kita harus membicarakan ini secepatnya, berdua saja, dan tidak dimuseum” ucapku pada donghae. “arraseo, malam ini, yadong café jam 7 malam, jangan sampai telat” ucap Donghae lalu meninggalkanku. “hyukjae-ya!!!! Kau kembali akhirnya” suara itu, gadisku. “ya, berkatmu, terima kasih. Jja, kita kerja lagi” ajak ku kepada Sarang. “kajja” sautnya dengan senyum manisnya, terlebih lagi eyesmilenya, ah Sarang…. Seharian ini aku menghabiskan waktuku bersama Sarang. Dari berkeliling museum, makan siang bersama sampai aku membantunya mendisain ide barunya untuk salah satu sudut dimuseum. Tiba saatnya pulang, aku mengantarnya pulang lalu bergegas ke yadong café untuk bertemu Donghae. Aku mencari-cari dimana Donghae berada. “sebelah sini hyuk” teriak Donghae sambil melambaikan tangannya ke arahku. “jadi bagaimana?” tanya Donghae. “jebal Donghae, jangan membuatku pusing seperti ini. Sarang segalanya untukku. Bagaimana bisa kau masih menyimpan dendam kepada Junsu sampai saat ini? Aku tidak mungkin membantumu menghancurkan Junsu, sedangkan Sarang adalah adik sepupu Junsu” ucapku panjang kepada Donghae. “mengapa sih Hyuk? Mengapa sebegitu mati-matiannya kau membela dia? Kau justru belum ada 1 bulan mengenalnya, dan sekarang kau bilang dia adalah segalanya bagimu?” tanya Donghae heran. “jebal Hae, kau tidak mungkin memercayaiku jika aku menyeritakannya padamu, jebal, jangan sangkut pautkan Sarang dengan masalahmu” aku terus memohon pada Donghae. “arraseo, kau tidak mau membantuku menghancurkan Sarang? Aku akan merebut Sarang darimu” ucap Donghae penuh penekanan dan berlalu meninggalkanku sendiri. Aku masih melongo dengan apa yang barusan aku dengar? Apa dia kata? Merebut Sarang dariku? Tidak, tidak akan kubiarkan. Toh Sarang juga tidak menyukai Donghae sama sekali. Aku berlalu pulang kerumah, buru-buru aku menelepon Sarang. “yeoboseo” “yeoboseo, Sarang, besok berangkat ke museum bareng, ne?” “m…mwo? Jinjjayo?” “ne, aku jemput kau besok jam 7 pagi ne?” “ah arraseo, terserah kau Hyuk” begitu percakapanku dengan Sarang. Aku tidak mau keduluan Donghae, walau dia adalah sahabatku dari masih kecil, bahkan orang tua kami bersahabat juga. Jika dia mau merebut Sarang dariku, mau dikemanakan tunangannya itu? Ish jinjjayo, aku memikirkan dia? Ani ani, berhenti memikirkan dia. Drrtt drrttt “ne, yeoboseo, waeyo sarang?” “h..hyuk, Donghae berada didepan rumahku, aku takut, buat apa dia kesini? Apa yang harus aku lakukan?” “apa? Dia? Didepan rumahmu?” “i..iya, aku takut, apa yang harus aku lakukan?” “rumahmu ada sekuritinya kan? Bilang padanya bahwa kau tidak dirumah, bilang juga pada orang tua mu untuk menyampaikan hal yang sama. Bilang saja bahwa kau sedang pergi bersamaku” “a..arraseo, akan kuhubungi kau lagi” jebal? Yang benar saja, Donghae langsung kerumahnya Sarang? Andwaeee, gesit sekali dia. Tidak akan kubiarkan. Aku berusaha untuk memejamkan mataku, mengapa sangat sulit? Pikiranku terus memikirkan tentang Sarang.

Hyukjae pov end

Sarang pov


Untuk apa mata bengis itu kerumahku? Apa mau dia? Ini sungguh menyeramkan, meski dia sudah tidak didepan rumah, tapi aku masih takut. Tadi, mendengar suara Hyukjae, aku sedikit lebih tenang. Apa dia sudah tidur? Aku telepon saja. “yeoboseo” “hyukjae…kau sudah tidur?” “belum, aku belum tidur, wae?” “a..ani, aku hanya sedikit ketakutan, meski Donghae sudah tidak disini” “ah, ne, aku mengerti. Apa yang bisa aku bantu?” “hyuk, aku mempunyai 1 permintaan, maukah kau mengabulkannya?” “ne, apa itu?” “bolehkah aku memanggilmu oppa?” “m..mwo? jinjjayo? Aku tidak salah dengar?” “a..ani, bolehkah Hyuk?” “b..boleh, tentu saja boleh” “ah, gomawo op..oppa… ada permintaan lagi” “aish, apa? Sebutkanlah” “nyanyikanlah aku sebait lagu, itu akan membuatku tenang” “mwo? Aku tidak pandai bernyanyi” “aaaahh tidak apa-apa, jebal” “arra arra………… deo jinamyeon neol dasi boge dwae seolleineun nal, Nae maeumi apado ipsureun jeojeollo utge doeneun nal..hehehe” “kau seharusnya menjadi penyanyi saja” “ini sebuah pujian atau hinaan?” “hahaha pujian, suaramu indah, ah aku mengantuk, aku tidur dulu…annyeong” “annyeong, jaljayo, mimpi indah Sarang”. Suaranya, mampu membuatku tenang, mampu membuatku nyaman..haish apa yang aku pikirkan??? “ya, kau belum juga tidur Sarang?” ucap eomma mengagetkan “aku tidak bisa tidur” sahutku seadanya “omong-omong siapa orang tadi? Mengapa kau tidak mau menemuinya? Ketika eomma bilang kau sedang pergi dengan Hyukjae, wajahnya berubah, expressinya aneh. Oh iya, siapa pula Hyukjae?” tanya eomma beruntun “haish eomma, nanti saja aku jelaskan, aku mendadak mengantuk, arra? Jaljayo” ucapku memunggungi eomma. Maafkan aku eomma, aku hanya malas menceritakan semuanya sekarang.


Keesokan harinya
Ddrrtt ddrrttt “kau dimana Sarang?” “sudah siap, masih dirumah” “aku sudah dijalan, bersiaplah” “arraseo”. Entah mengapa, akhir-akhir ini aku merasa ada yang aneh dengan perasaanku kepada Hyukjae, aku merasa lebih nyaman dan lebih apa ya namanya, ah entahlah. “orang bernama Hyukjae sudah menunggumu didepan rumah” ucap appa memasuki ruang makan. “arraseo, eomma, appa aku berangkat ne?” ucapku pamit. “ah Hyukjae? Dia?” tanya eomma “ne, akan ku ceritakan nanti malam jika aku tidak mengantuk” ucapku mengecup pipi eomma dan masuk kemobil Hyukjae. “annyeong oppa” sapaku, terdengar sedikit aneh, tapi aku senang mengucapnya. “a..annyeong Sarang, terdengar lucu hahaha” sahutnya. “sudah sarapan?” tanyaku sambil oppa baruku melajukan mobilnya. “tidak sempat” sahutnya. “nih, makanlah” ucapku memberikan roti selai cokelat padanya. “aku sedang menyetir, mana bisa” sahutnya sambil mengatur pedal gigi. “arraseo arraseo, buka mulutmu” ucapku sambil menyuapi oppa baruku ini “enak” ucapnya mengunyah. Aku terus menyuapinya sampai roti yang aku bawa ini habis. Ddrrrtt ddrrrtt “yeoboseo eomma, ada apa?” “Donghae datang lagi kerumah” “mwo? Mau apa lagi? Bilang saja aku sudah berangkat dengan Hyukjae, arra? Annyeong” gila apa orang ini? “waeyo?” tanya Hyuk oppa “si gila Donghae datang lagi kerumah” ucapku seadanya. “hah? Mau apa lagi dia? Ish, untung aku datang lebih cepat” ucapnya. “ah bagaimana ini? Dia terus-terusan datang, aku tidak mau pekerjaanku ikutan terganggu” ucapku takut. “tenang, aku tidak akan membiarkanmu sendiri di museum, kecuali aku ke toilet, hahah” ucapnya sedikit menghibur. Lagi, semua tentang Hyukjae membuatku selalu tenang. Sepertinya aku jatuh cinta….

Sarang pov end


Hyukjae pov

Syukurlah aku datang lebih awal, kalau tidak, mungkin Sarang sedang ketakutan 1 mobil dengan Donghae. Tuhan, izinkan aku untuk selalu bisa menjaga Sarang. Sesampainya dimuseum, aku masuk keruanganku dan Sarang masuk keruangannya untuk menyiapkan resume meeting yang akan diadakan besok. Aku tidak melihat dimana Donghae. Apa mungkin ada diruangan Sarang? Lebih baik aku check kesana. Aku menyusuri ruangan demi ruangan, sampai aku tiba didepan pintu ruangan Sarang. “untuk apa kau dekat dengannya? Dia itu Casanova Sarang, jangan pernah berpikir dia lelaki baik” ucap si brengsek Donghae. “dia mungkin memang Casanova, setidaknya dia masih lajang dan bisa bertaubat, sedangkan kau, sudah punya tunangan, masih sempatnya menggodaku” sahut Sarang dingin. Aku mengurungkan niat untuk membuka dan meninju wajah Donghae. “aish…jadi kau sudah memercayainya ya? Atau jangan-jangan kau menyukai Hyukjae?” tanya Donghae lagi. “ya, aku memercayainya, dan memang kenapa kalau aku juga menyukainya?” jawab Sarang ketus. “jawab sajalah, kau menyukainya? Aku jauh lebih keren dan tampan dari dia Sarang, aku pun juga lebih kaya dari dia” ucap Donghae memanasi. ya, aku menyukainya, puas?” jawab Sarang. Aku memutuskan untuk meninggalkan mereka. Aku dengar apa barusan? Sarang juga menyukaiku? Tamat sudah riwayatmu Donghae, telanlah pil pahit kekalahanmu. Sarang aman, Junsu aman. Kekhawatiranku berkurang. Sekarang tinggal bagaimana aku menjaga Sarang dengan baik. Aku menyusuri sudut-sudut museum dengan sumringah. Aku yakin senyumku tidak luntur sama sekali dari tadi. “hei, aku lihat kau bahagia sekali” ucap Sarang yang tiba-tiba sudah disebelahku. “a..ani, kita memang harus tampak bahagia didepan pengunjung bukan?” kataku sedikit mengalihkan pembicaraan. “Donghae tadi keruanganku” ucap Sarang. “jinjja? Untuk apa? Apa yang kalian bicarakan?” tanyaku pura-pura tidak tahu. “menggangguku” ucapnya singkat. Ah jebal Sarang, aku sudah mengetahuinya, hahaha. “aish, tidak ada kerjaan apa dia?” tanyaku dan disahuti hanya dengan dia mengangkat pundaknya. “yaaa Sarang eonnie, kalian terlihat cocok” ucap seorang gadis kecil. “hai hyunji…apa kabar? Apa katamu tadi? Kami cocok? Hahaha” ucap Sarang menggendong gadis kecil yang namanya Hyunji. Dia menyebut kami berdua cocok? Hahaha. “aku baik, Hyukjae oppa? Sarang eonni ini kekasihmu bukan? Kalian cocok!” ucap Hyunji dipelukan Sarang. “hai gadis kecil yang pintar, omong-omong darimana kau tahu namaku? Terima kasih pujiannya” ucapku mengambil alih Hyunji dari pelukan Sarang. “dari orang-orang, haha” ucap Hyunji polos. “kalian terlihat akrab, cocok sekali” ucap wanita paruh baya dekat kami. “eomma!!!!” teriak Hyunjie meluncur dari dekapanku dan berlari kearah ibunya. “annyeong eonni, oppa, aku pulang dulu. Dadah” ucap Hyunji sumringah. Aku terus berkeliling museum bersama Sarang, melihat pengunjung-pengunjung kami. Sejauh ini lancar, semoga kedepannya seperti ini juga. Aku sudah tahu perasaan Sarang, dan Donghae pun sudah. “ah, disini kalian berdua rupanya” ucap Donghae dengan tiba-tiba. Sarang langsung berpindah posisi menjauh dari Donghae dan berdiri dibelakangku. “hei Sarang, aku bukan monster” ucap Donghae berusaha meraih Sarang tetapi dapat ku tangkis. “tolong, ini tempat kerja, hormatilah karyawan lain dan pengunjung disini” ucapku tegas. “arraseo, ingat, ini belum berakhir” ucap Donghae mengedipkan mata ke Sarang lalu meninggalkan kami. “brengsek” gumamku. “apa sih yang dia inginkan?” tanya Sarang bingung, aku hanya dapat menggelengkan kepalaku. Lalu aku melanjutkan apa yang sedang aku lakukan bersama Sarang. “Sarang” ucapku. “ne oppa” sahutnya “aku sudah mengabulkan 2 permintaanmu semalam, sekarang, maukah kau mengabulkan 1 permintaanku?” tanyaku serius. “ne, apa?” sahutnya lagi. “aku mau kau bersedia untuk aku antar jemput setiap harinya, dan jika kau mau pergi kemanapun dan butuh teman, aku dengan hati menemanimu” ucapku panjang. “aishhh kau lebih mirip seperti body guard ku oppa hahaha” sahutnya ceria. “aku sedang serius” ucapku datar. “arra arra, sepertinya itu tidak merugikanku, arra aku mau” sahutnya membuatku lega. Setidaknya aku tahu dari rumah ke museum aku dengannya dan aku tahu aku mengantarnya sampai kerumah. “oh iya, jangan pernah mau mendapat tawaran dari siapapun jika aku tidak bisa menjemput atau mengantarmu ne?” tambahku. “arraseo oppa” sahutnya riang. Semakin hari semakin dekat saja hubungan kami berdua. Donghae sudah hampir putus asa saja, dia selalu kalah beberapa menit dariku, hahaha, menyerahlah Donghae, Sarang milikku. Hampir 1 bulan ini hubunganku dengan Sarang semakin membaik. Donghae pun sepertinya menyerah. Aku sudah kenal dengan orangtua Sarang, begitu juga sebaliknya. Sora noona justru menyukai Sarang setengah mati, dan sering meminta Sarang untuk main kerumah. Ddrrtt ddrrtt “yeoboseo” “yeoboseo Hyukjae” “ne Donghae, waeyo?” “ani, dengan ini aku mengakui aku menyerah, aku berjanji tidak akan mengganggu Sarang dan juga tidak akan mengganggu Junsu” “jinjjayo? Aku tidak salah dengar?” “ne, jangan membuatku berpikir dua kali” “arraseo, gamsha Donghae” “cheonma, selamat Hyuk, aku berdoa agar hubunganmu dengan Sarang berjalan mulus, aku mengakui kekalahanku. Annyeong” “annyeong” sedikit tidak percaya dengan apa yang Donghae katakana di telepon. Tetapi, selama 20tahun bersahabat, tidak pernah sekalipun dia mengingkari janjinya. Ini membuatku sedikit lega dan membuatku merasa nyaman untuk mengatakan cinta pada Sarang.

Hyukjae pov end

Sarang pov

Semakin hari aku dan Hyukjae oppa semakin dekat saja. Aku mengakui bahwa aku jatuh cinta pada pemilik suara berwarna emas itu. Semua yang ada didirinya sempurna, semua yang ada didirinya membuatku terus mengaguminya. Tidak ada lagi gelagat aneh dari Donghae, sepertinya dia menyerah. Gila saja, dia sudah mempunyai tunangan dan masih mengejarku? Tidak masuk akal. “yeoboseo” “ne Sarang, lama tidak mendengar kabar darimu” “ah justru itu, aku ingin bertemu kau Eungyo, bisa?” “arraseo, di café biasa ne? 20menit lagi aku sampai” “arraseo, sampai bertemu” percakapanku dengan Eungyo, sudah lama kami tidak bertemu. “yeoboseo hyunjae-ya” “yaaa Sarang, kau masih hidup? Kemana saja?” “jangan berteriak ditelepon Hyunjae, bertemu sekarang bisa? Aku merindukanmu” “bisa, dimana jam berapa?” “sekarang di mouse & rabbit, eungyo sudah dijalan, aku juga, bisa?” “arraseo, bisa, tapi aku sedikit terlambat ne? tidak apaapa?” “ani, yang penting kau datang, sampai jumpa” aku menghubungi dua sahabat terbaikku untuk segera bertemu. Aku sampai lebih dulu dicafe tempat biasa kami bertemu, 5menit kemudian Eungyo datang. “lama sekali tidak bertemu hmm” “mianhae eun, aku kan karyawan baru, jadi aku mohon maklummu” “arraseo, apa kabar? Kita berdua saja?” “ani, aku menghubungi Hyunjae, mungkin dia sebentar lagi sampai” “arraseo, aku mau pesan, kau mau apa?” “ice cappuccino saja” “arraseo” aku duduk disalah satu sudut favorit ku dicafe ini, sementara Eungyo memesan minuman dan Hyunjae belum datang, aku menyempatkan untuk menelepon Hyukjae oppa. “yeoboseo, dimana kau?” “aku dicafe mouse & rabbit bersama Eungyo dan Hyunjae sahabatku oppa, maaf telat mengabarimu, aku baik-baik saja kok” “ani ani, kau di mouse&rabbit? Aku kesana sekarang” “aniyooo aku ingin mengobrol dengan sahabat-sahabatku oppa, beri aku waktu sebentar saja” “arraseo, kalau begitu, akan kujemput, beritahu aku jika sudah selesai ne?” “ne, annyeong oppa” kemudian Eungyo datang dengan pesanan kami. “oppa? Junsu oppa?” tanya Eungyo “ani, Hyukjae” jawabku singkat sambil mengaduk ice cappuccinoku “mwo? Kau memanggil bos mu oppa?” “annyeonggg” ucap Hyunjae tiba-tiba sudah bergabung. “haish, suaramu mengapa besar sekali?” protesku “hahaha, sudah lama? Aku pesan dulu, jangan memulai percakapan tanpa aku” ucap Hyunjae meninggalkan aku dan Eungyo. Sekembalinya Hyunjae, aku menceritakan kejadian 3bulan terakhir setelah aku kerja dimuseum dan seakan menghilang dari mereka tanpa kabar. Ekspresi wajah kedua sahabatku ini sama. Mereka tercengang dan belum melontarkan komen apapun, dan mereka memilih menenggak minuman mereka sambil masih memberikanku tatapan aneh. “jadi?” ucapku bingung. “aku kehabisan katakata” ucap eungyo. “aku pun sama” sahut hyunjae. “ya setidaknya kalian tahu apa yang terjadi denganku akhir-akhir ini” ucapku lalu menenggak ice cappuccinoku. “aish jinjjayo Sarang kita yang lugu ini diperebutkan dua orang hahaha” ucap hyunjae pada eungyo “ahahaha kau betul hyunjae, daebak kau sarang” sahut eungyo baru menyadari. “jadi Hyukjae oppa mu akan menjemputmu ne?” tanya hyunjae “ne, waeyo?” tanyaku “kenalkan kepada kami” sahut eungyo “arraseo, jangan ucapkan yang aneh-aneh padanya” ucapku “kau takut dia tidak menyukaimu lagi ne? takut dia berpaling padaku?” tanya hyunjae meledek. “jika kau merebut Hyukjae dariku, aku akan membuat Kyuhyunmu bertekuk lutut dihadapanku” sahutku seadanya. “aaaaaaaaa arra arra arra, aku tidak akan mengatakan apapun” ucap hyunjae takut. Aku dan Eungyo hanya bisa tertawa. Lalu aku menelepon Hyukjae oppa untuk segera menjemputku. 15menit kemudian dia datang dengan mobilnya. Pesonanya membuat Hyunjae dan Eungyo diam seribu bahasa. Mereka berkenalan berjabat tangan. Hanya menyebut nama yang dilakukan dua sahabatku ini. Sebegitu memesonanyakah oppaku ini? Sampai dua sahabat cerewetku diam seribu bahasa seperti itu? Lalu aku dan oppa pamit lebih dahulu dari mereka. Dimobil, hyukjae oppa diam saja. Aku melirik ponselku, ada pesan dari Hyunjae berisikan “jangan pernah menyianyiakan dia, atau dia akan ku rebut, hahaha, dia begitu ‘hot’ Sarang” aku hanya tertawa terpingkal membacanya. “ada yang lucu?” tanya Hyukjae oppa. “ani, sahabatku, hahaha mereka mengagumimu” ucapku. “oh pantas mereka tadi hanya diam saja” ucap oppa datar. Apa ada yang salah? Mengapa Hyukjae oppa diam datar seperti itu? “aku melakukan kesalahan ya?” “ani” “lalu mengapa oppa diam saja seperti itu?” “ada yang mau aku sampaikan, mungkin ini saatnya” “ucapkan lah oppa” kemudian oppa menepikan mobilnya. Wajahnya berubah serius, lebih serius dari meeting dua minggu sekali bersama Sooman ahjussi. Aku mulai bingung, apa aku melakukan sesuatu yang fatal dimuseum? Tidak, aku tidak boleh berpikiran aneh-aneh. “sarang” “iya” “aku mencintaimu” apa katanya? Aku tuli sepertinya. Aku tidak merespon. Aku mengalihkan pandanganku dari menatap wajahnya menjadi menghadap jalanan. Kemudian dia menarik daguku, “aku mencintaimu” “aku harus menjawab apa?” “katakan apa perasaanmu padaku?” suaranya, suara emasnya, membuat jantungku sepertinya akan berhenti berdetak. Apa yang harus aku ucapkan? “aku…” “hmm?” “aku tidak tahu harus mengatakan apa” “jujurlah Sarang, dengarkan kata hatimu” jika aku cokelat, mungkin aku sudah meleleh seperti cokelat yang dipanaskan eomma untuk membuat kue, tatapannya, suaranya, wajahnya. “aku mencintaimu, maukah kau menjadi kekasihku?” tanyanya lagi, bernafaspun sepertinya sulit sekali untuk aku lakukan sekarang. Akan ku jawab. “bagaimana bisa aku menolakmu?” jawabku seadanya. Ekspresi wajahnya berubah lagi, dia semakin tampan jika raut wajahnya seperti sekarang. Dia tidak menatapku, aku dan dia samasama hanya menatap jalanan didepan kami. Kami terdiam, entah apa yang ada diotaknya sekarang. Yang ada diotakku saat ini adalah apa yang akan terjadi selanjutnya. Kami sudah menyatakan cinta satu sama lain, tapi mengapa sekarang kami terdiam. Oppa kembali menatapku, aku masih belum berani menatapnya. Dia lagi-lagi menarik daguku untuk memaksaku menatapnya. Aku beranikan diri menatap wajahnya yang semakin hari semakin tampan saja. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, semakin dekat, dan dia mengecup keningku. Hangat. “saranghae” ucapnya lembut. “nado saranghae” sahutku pelan. “hahahhaha” tawa riang oppaku kembali. Dia kembali menyetir mobilnya. Senyumnya tidak luntur sedikitpun. Aku miliknya, dia milikku.

END 

No comments:

Post a Comment